JAKARTA, KOMPAS.com - Profesi sebagai penukar uang kian ramai ditemukan menjelang Idul Fitri. Salah satu kawasan yang terkenal sebagai wilayah penukaran uang yaitu di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Saat dipantau Kompas.com, Kamis (24/5/2018) siang, di pinggiran jalan yang berseberangan dengan Stasiun Jakarta Kota terlihat sejumlah lapak para penukar uang yang menjajakan berbagai jenis uang baru dengan berbagai pecahan.
Ada pecahan Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, dan Rp 20.000. Para penukar uang itu menjajakan uang yang dibungkus plastik bening dan diletakan di atas sebuah meja.
Yang lainnya menggunakan tenda berukuran besar. Ada juga yang berdiri di bawah terik matahari dengan balutan topi dan penutup wajah untuk menghindari teriknya matahari.
Namun, siang ini warga yang menukarkan uang tidak banyak. Beberapa pengendara sepeda motor yang berhenti hanya melihat-lihat, tidak jadi menukar uang.
Gultom, salah satu penukar uang di lokasi mengatakan, saat ini belum banyak masyarakat yang menukar uang.
Pria yang sudah 10 tahun menjadi penukar uang itu menyebut, kondisi ramai akan terjadi ketika sepekan atau dua pekan menjelang Idul Fitri.
"Kalau sekarang memang belum ramai, nanti lah jelang Lebaran pasti ramai kali," ujar Gultom, saat berbincang dengan Kompas.com, di depan Museum Bank Mandiri, Kamis siang.
Melayani penukaran jutaan rupiah
Para penukar uang dipinggir jalan itu melayani penukaran minimal sekitar Rp 100.000 dengan berbagai pecahan yang diinginkan.
Gultom pernah melayani pelanggan yang menukar uang hingga Rp 50 juta. Untuk penukaran uang sebanyak itu, Gultom memberitahukan kepada orang yang dia sebut sebagai "bos" untuk membantu mengirimkan uang tukar yang lebih banyak.
"Kita enggak mungkin bawa sebanyak itu. Jadi, tinggal bel (telepon) bos, terus nanti ada dikirim uang kemari. Terserah, mau Rp 100 juta juga kita layani di sini," ujar Gultom.
Senada dengan Gultom, Nainggolan, penukar uang lainnya mengatakan, sejak pagi hingga siang ini peminat yang datang masih sepi.
Dia menilai sepinya warga yang menukar uang bukan karena adanya tempat penukaran uang resmi, tapi karena belum keluarnya tunjangan hari raya (THR) bagi para pekerja. "Kalau THR (keluar), baru ramai di sini," ujar Nainggolan.
Menjadi penukar uang merupakan profesi sehari-hari yang digeluti perempuan asal Medan itu dengan membuka lapak di depan Museum Bank Mandiri.
Dia mengatakan, jika pada hari biasa pendapatannya setara dengan UMR Jakarta atau sekitar Rp 3,6 juta.
Sedangkan pada musim Lebaran, pendapatan bisa naik dua hingga tiga kali lipat. Rata-rata para penukar uang mengambil untung sekitar 5 hingga 10 persen dari masyarakat yang hendak menukar uangnya.
"Kalau misalnya dia tukar Rp 100.000, ya kita ambil Rp 10.000, tapi kalau lebih banyak tentu lebih kecil yang kita ambil. Kalau pelanggan tetap, kita kasih lah 3 persen," ujar Nainggolan.