JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memulai perencanaan penataan kampung kumuh di Jakarta. Ia baru saja mengeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 878 Tahun 2018 tentang Gugus Tugas Pelaksanaan Penataan Kampung dan Masyarakat.
Dalam Keputusan Gubernur itu, Anies mengatur peran dan fungsi masing-masing jajarannya dalam mewujudkan mimpi tersebut. Ada yang bertugas mendeteksi potensi masalah, ada yang bertugas membuat detail engineering design (DED), dan ada yang diminta mengurus kebutuhan dasar para warga yang ditata.
Baca juga: Pemprov DKI Gandeng Pakar dan Fasilitator untuk Tata 21 Kampung Kumuh
Dalam Kepgub juga disebutkan lokasi kampung yang akan ditata yakni Kampung Lodan, Kampung Tongkol, Kampung Krapu, Kampung Muka, dan Kampung Walang yang ada di Ancol, Pademangan. Kemudian ada Kampung Akuarium, Kampung Marlina, Kampung Elektro, dan Kampung Gedong Pompa di Penjaringan.
Di Pluit, ada Blok Empang, Kampung Kerang Ijo, dan Kampung Baru Tembok Bolong. Kampung Tanah Merah di Kelapa Gading Barat juga turut dalam penataan. Di Tugu Selatan, Koja, ada RW 007, RW 008, RW 009, RW 010, dan RW 011 yang akan ditata.
Kemudian di Prumpung, Jatinegara, seluruh RW 002 akan ditata. Di Jakarta Barat, RT 014 dan RT 016 RW 004 Kebon Jeruk, serta RT01 RW 05 Rawa Timur termasuk dalam penataan. Ada pula Kampung Guji Baru tepatnya RT 004 sampai RT 007 RW 002 Duri Kepa, Kebon Jeruk yang akan ditata.
Selain itu, Kampung Kunir, Kampung Kali Apuran, dan Kampung Sekretaris di Jakarta Barat termasuk dalam lokasi penataan.
Di Jakarta Selatan, penataan juga menyasar Kampung Baru, Pondok Pinang, Kebayoran Lama.
Soal model penataan, Anies tak memastikan apakah akan membangun ulang permukiman, atau merelokasi warga. Menurut dia, masalah yang dihadapi tiap tempat berbeda. Ia tak mau mengambil langkah "gampang" yang dilakukan para pendahulunya.
"Kalau mau gampang tinggal gusur aja. Gampang tuh, paling ramai. Tidak, kami ingin menghadirkan keadilan bukan sekedar memindahkan orang. Jadi ini prinsip yang akan kami pegang terus," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (24/5/2018).
Meski dalam Kepgub ada tugas untuk membangun shelter sebagai tempat tinggal sementara warga selama penataan, Anies mengatakan belum tentu setiap tempat tersedia shelter. Ia juga tak menjawab jelas ketika ditanya legalitas tanah serta bangunan di permukiman itu.
"Masalah-masalah yang terkait dengan legal nantinya harus diselesaikan oleh Pemprov. Karena pasti ada urusan urusan legal di situ. Tergantung kasusnya dan tidak bisa disamakan, beda-beda. Yang sudah tinggal 20 tahun beda dengan yang sudah 40 tahun, beda dengan yang 5 tahun. Jadi tidak bisa seragam karena itu aturannya juga beda-beda," ujar Anies.
Libatkan pakar dan fasilitator
Yang pasti, menurut Anies, pihaknya akan mendengar keinginan warga. Ia ingin duduk bersama warga merancang kampung yang ideal. Untuk mewujudkan ini, ia menggandeng fasilitator dan pakar.
"Jadi fasilitatornya bukan dari pemerintah fasilitatornya adalah pihak tersendiri," ujar Anies.
Pakar yang dimaksud berasal dari berbagai latar belakang seperti sosiologi hingga urban planning. Menurut Anies, para pakar itu nanti akan mengenalkan contoh-contoh penataan di kota-kota besar di dunia. Ia ingin agar Jakarta mampu mengadopsi praktik-praktik terbaik.