JAKARTA, KOMPAS.com - Barisan sepeda ontel tua terparkir di sekitar Museum Bank Indonesia, Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Beberapa laki-laki tua duduk di bawah pohon kecil di samping barisan sepeda itu.
Mereka tidak lain adalah pengojek sepeda ontel yang masih eksis hingga kini.
Baca juga: Perjuangan Lain Suami Istri Lansia Selain Antar Anaknya yang Down Syndrome dengan Ontel ke SLB
Bertahan puluhan tahun sebagai ojek sepeda ontel bukanlah hal yang mudah.
Banyak rintangan yang mereka hadapi di tengah perkembangan zaman.
Nuridin (56) misalnya.
Baca juga: Libur Tahun Baru, Penyewa Sepeda Ontel Kota Tua Untung 3 Kali Lipat
Ia kehilangan banyak pelanggan seiring berjalannya waktu.
Para pelanggan yang biasa menggunakan jasanya kini beralih menggunakan moda transportasi lain, khususnya ojek online.
Baca juga: Cerita Udin Bertahan Jadi Ojek Sepeda Ontel di Tengah Serbuan Ojek Online
Kehilangan banyak pelanggan otomatis membuat penghasilan Nuridin menurun drastis, bisa mencapai setengahnya.
Hal yang sama dirasakan Agus (55), pengojek sepeda ontel lainnya.
Agus bercerita, dulu ia bisa mengantongi uang Rp 40.000 hingga pukul 09.00.
Kini, ia hanya bisa mengantongi paling banyak Rp 50.000 setelah ngontel seharian.
Baca juga: Parade Sepeda Ontel Kenangan Zaman Perjuangan
Menurun drastisnya penghasilan ngontel membuat Agus kesulitan mengirim uang kepada keluarganya di kampung halaman, Tegal, Jawa Tengah.
"Dulu sering kirim (uang). Kalau sekarang, seminggu lebih saja enggak bisa kirim," kata Agus.