Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta tentang Pengadaan Tempat Sampah Buatan Jerman di Jakarta

Kompas.com - 05/06/2018, 06:00 WIB
Jessi Carina,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengadaan tempat sampah di Jakarta menjadi viral di media sosial. Warganet mempersoalkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang membeli tempat sampah impor dari Jerman dengan anggaran Rp 9,6 miliar.

Berikut ini merupakan fakta-fakta terkait pengadaan tempat sampah yang ramai diperbincangkan di media sosial. 

1. Beli lewat e-katalog

Pengadaan tempat sampah ini melalui pembelian e-katalog Lembaga Kebijakan Penyediaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Dengan demikian, tidak ada pemenang lelang dalam pengadaan ini.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji mengatakan, pembelian lewat e-katalog memberikan keuntungan bagi pemerintah.

"Mekanisme e-purchasing memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk memilih produk yang benar-benar sesuai kebutuhan dengan harga terbaik," ujar Isnawa ketika dihubungi, Senin (4/6/2018).

Baca juga: Lewat Video, Dinas Lingkungan Hidup Tunjukkan Manfaat Tempat Sampah Jerman yang Viral

Isnawa mengatakan, hal ini pun terbukti dari harga yang didapat Dinas LH. Awalnya Dinas LH menganggarkan Rp 12 miliar untuk pengadaan 2.600 tempat sampah ini.

Namun, Dinas LH mendapatkan harga Rp 9,6 miliar melalui pembelian e-katalog sehingga ada efisiensi anggaran. Isnawa mengatakan, sisanya akan dikembalikan ke kas negara.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (3/8/2017).KOMPAS.com/NURSITA SARI Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (3/8/2017).

Isnawa mengatakan, harga tersebut sebenarnya lebih murah dari pasaran. Harga satuan tempat sampah yang dibeli Dinas LH hanya sekitar Rp 3,6 juta.

"Kalau dibandingkan dengan toko online malah lebih mahal. Di sana bisa Rp 4,4 juta untuk satuannya dan itu buatan China yang belum bersertifikasi," ujar Isnawa.

2. Standar internasional

Tempat sampah yang dibeli Dinas LH memiliki spek sesuai standar internasional. Tempat sampah itu dibuat di Jerman dan didatangkan ke Jakarta melalui PT Groen Indonesia sebagai importir.

Isnawa mengatakan, Dinas LH sebenarnya mau membeli barang dalam negeri dengan standar internasional. Namun, Dinas LH tidak menemukan itu dalam e-katalog LKPP.

Baca juga: Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Barat Terima 93 Tong Sampah Jerman

"Buatan dalam negeri itu enggak ada. Kalau ada yang buatan dalam negeri pasti kita pakai dalam negeri. Di LKPP itu tinggal dua, yang buatan China sama buatan Jerman," ujar Isnawa.

Isnawa mengatakan, PT Groen Indonesia memang bergerak dalam bidang waste management dan perangkat pendukungnya. Perusahaan ini pernah menyediakan tempat sampah yang sama untuk Surabaya. Dengan demikian, kualitas barang yang didatangkan oleh PT Groen Indonesia pasti baik.

"Jadi ini bukan perusahaan abal-abal, memang dia bergerak di bidang itu," kata dia.

Tong sampah buatan Jerman di Jalan Raya Kalibata, Jakarta Selatan. Foto diambil Senin (4/6/2018).Tong sampah buatan Jerman di Jalan Raya Kalibata, Jakarta Selatan. Foto diambil Senin (4/6/2018). Tong sampah buatan Jerman di Jalan Raya Kalibata, Jakarta Selatan. Foto diambil Senin (4/6/2018).

3. Sudah dipakai sejak 2016

Selain itu, tempat sampah berukuran 660 liter yang dilengkapi roda ini bukan hanya baru dibeli sekarang. Dinas LH sudah membelinya secara bertahap sejak tahun 2016, tetapi tidak selalu dari Jerman.

"Tahun 2016 itu (pengadaan) dari China, tahun 2017 dari Jerman," ujar Isnawa.

Dinas LH membeli 296 unit tempat sampah pada tahun 2016. Kemudian membeli lagi 1.500 unit pada tahun 2017 dengan rincian 1.000 unit dengan ukuran 660 liter dan 500 unit dengan ukuran 120-140 liter.

Baca juga: Pemprov DKI Impor Tempat Sampah dari Jerman dan China Sejak 2016

Pada 2018, Dinas LH membeli lagi 2.600 unit tempat sampah buatan Jerman melalui PT Groen Indonesia sebagai importirnya.

Dinas LH akan terus melakukan pengadaan tempat sampah standar internasional ini pada tahun berikutnya.

"Karena kami masih butuh 3.800 lagi, tahun depan kami cicil (pengadaan) 1.200 (tempat sampah), lalu ditambah lagi pada tahun depannya," katanya.

Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat menerima 93 tempat sampah buatan Jerman yang didistribusikan ke 7 kecamatan, sementara sisanya masih berada di kantor Sudin LH pada Senin (4/6/2018). (Dok. Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat) Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat menerima 93 tempat sampah buatan Jerman yang didistribusikan ke 7 kecamatan, sementara sisanya masih berada di kantor Sudin LH pada Senin (4/6/2018). (Dok. Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Barat)

4. Berpasangan dengan truk compactor

Sebenarnya tempat sampah ini merupakan pasangan dari truk compactor yang dibeli Dinas LH. Sejak 2016, Dinas LH secara bertahap mengganti mobil truk sampah terbuka dengan truk compactor. Dinas LH membeli 91 unit truk compactor pada saat itu.

Truk compactor bisa langsung memadatkan sampah. Dengan menggunakan truk compactor, tetesan air lindi atau air sampah tidak berceceran ke jalan.

"Kami membeli compactor karena ingin memperbaiki sarana kebersihan. Masa mau pakai truk terbuka terus?" kata Isnawa.

Baca juga: Stok Sedikit, Tong Sampah Buatan Jerman Belum Disebar di Permukiman

Dengan truk compactor ini, tempat sampah tidak perlu diangkat untuk memindahkan sampahnya ke dalam truk.

Tempat sampah tinggal dipasang pada katrol yang ada di truk. Kemudian truk compactor bisa secara otomatis mengangkat tempat sampah tersebut.

Tempat sampah buatan Jerman yang dibeli Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. DOK.ISTIMEWA/DINAS LINGKUNGAN HIDUP DKI JAKARTA Tempat sampah buatan Jerman yang dibeli Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.

5. Modernisasi pengelolaan sampah Jakarta

Melalui alat-alat ini, Dinas LH sebenarnya ingin melakukan modernisasi. Isnawa mengatakan ke depan dia ingin ada pembenahan sistem pengelolaan sampah di Jakarta.

Selama ini proses pengumpulan sampah dari rumah ke rumah menuju TPST Bantargebang masih tradisional. Petugas mengangkut sampah dengan gerobak kemudian meletakannya ke tempat penampungan sementara (TPS).

Kemudian, truk sampah mengangkut kembali sampah itu dan membawa ke TPST Bantargebang. Menurut Isnawa, proses ini tidak efektif.

"Coba saja hitung berapa kali sampah itu naik turun untuk bongkar muat. Mulai naik ke gerobak dari masing-masing rumah, turun dari gerobak di TPS, lalu naik lagi ke truk sampah dan turun lagi di TPST Bantargebang," ujar Isnawa.

Baca juga: Menengok Tong Sampah DKI Buatan Jerman yang Disorot Publik...

Proses seperti ini akan dipangkas agar efisien. Dinas LH ingin meletakan tempat sampah buatan Jerman itu di permukiman agar warga bisa membuang sampah di tempat sampah itu.

Ketika jadwal pengambilan sampah tiba, petugas tinggal mendorong tempat sampah ini ke arah truk compactor.

"Petugas bisa mendorong bin beroda ini ke lokasi truk compactor dan langsung mengaitkan ke kait hidrolik. Tempat sampah akan terangkat ke dalam truk compactor. Ini persis seperti di negara-negara maju," ujar Isnawa.

Kompas TV Hampir seribu ton sampah rumah tangga menumpuk di pelabuhan sampah Pulau Tidung, Kepulauan Seribu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Daftar Rute Transjakarta yang Terintegrasi dengan MRT

Daftar Rute Transjakarta yang Terintegrasi dengan MRT

Megapolitan
Seorang Pria Tanpa Identitas Tewas Tertabrak Mobil di Tengah Tol Dalam Kota

Seorang Pria Tanpa Identitas Tewas Tertabrak Mobil di Tengah Tol Dalam Kota

Megapolitan
Bakal Cagub Independen Mulai Konsultasi Pendaftaran ke KPU DKI, Salah Satunya Dharma Pongrekun

Bakal Cagub Independen Mulai Konsultasi Pendaftaran ke KPU DKI, Salah Satunya Dharma Pongrekun

Megapolitan
Kondisi Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Usai Disatroni Maling: Jendela dan Pintu Rusak serta Ada Jejak Kaki

Kondisi Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Usai Disatroni Maling: Jendela dan Pintu Rusak serta Ada Jejak Kaki

Megapolitan
Wanita di Jaksel Diduga Tenggak Cairan Pembersih Lantai Sebelum Gantung Diri Sambil Live Instagram

Wanita di Jaksel Diduga Tenggak Cairan Pembersih Lantai Sebelum Gantung Diri Sambil Live Instagram

Megapolitan
Diterpa Hujan, Atap Rumah Warga di Depok Ambruk

Diterpa Hujan, Atap Rumah Warga di Depok Ambruk

Megapolitan
Relawan: Dokumen yang Dibawa Maling di Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Bersifat Rahasia

Relawan: Dokumen yang Dibawa Maling di Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Bersifat Rahasia

Megapolitan
Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Kemalingan, TV, Alat Podcast dan Dokumen Penting Raib Dicuri

Rumah Pemenangan Prabowo-Gibran Kemalingan, TV, Alat Podcast dan Dokumen Penting Raib Dicuri

Megapolitan
KPU Gelar Sayembara Maskot dan 'Jingle' Pilkada DKI 2024 Khusus Warga Jakarta

KPU Gelar Sayembara Maskot dan "Jingle" Pilkada DKI 2024 Khusus Warga Jakarta

Megapolitan
Berdiri Hampir Satu Jam, Pemudik Minta Tempat Duduk di Stasiun Pasar Senen Ditambah

Berdiri Hampir Satu Jam, Pemudik Minta Tempat Duduk di Stasiun Pasar Senen Ditambah

Megapolitan
Korban Kecelakaan Mobil di Sawangan Depok Alami Memar hingga Patah Tulang

Korban Kecelakaan Mobil di Sawangan Depok Alami Memar hingga Patah Tulang

Megapolitan
Diduga Alami 'Microsleep', Pengemudi Jazz Hantam Mobil Innova di Sawangan Depok

Diduga Alami "Microsleep", Pengemudi Jazz Hantam Mobil Innova di Sawangan Depok

Megapolitan
Pekan Ini, Pemprov DKI Bakal Surati Kemendagri untuk Nonaktifkan NIK 92.432 Warga Jakarta

Pekan Ini, Pemprov DKI Bakal Surati Kemendagri untuk Nonaktifkan NIK 92.432 Warga Jakarta

Megapolitan
Lebaran 2024 Usai, Fahira Idris: Semoga Energi Kebaikan Bisa Kita Rawat dan Tingkatkan

Lebaran 2024 Usai, Fahira Idris: Semoga Energi Kebaikan Bisa Kita Rawat dan Tingkatkan

Megapolitan
H+6 Lebaran, Stasiun Pasar Senen Masih Dipadati Pemudik yang Baru Mau Pulang Kampung

H+6 Lebaran, Stasiun Pasar Senen Masih Dipadati Pemudik yang Baru Mau Pulang Kampung

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com