Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem: Intimidasi Seseorang dalam Memilih Paslon Itu Kejahatan terhadap Hak Konstitusi

Kompas.com - 29/06/2018, 20:33 WIB
David Oliver Purba,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, memaksakan kehendak atau intimidasi dalam memilih salah satu calon pemimpin kepada pihak lain merupakan pelanggaran konstitusi.

Bagi pelanggar, kata Titi, sanksinya bisa berupa pidana kurungan penjara.

"Kejahatan terhadap hak kebebasan memilih adalah kejahatan terhadap hak-hak konstitusional. Tidak boleh ada intimidasi dalam bentuk apa pun mempengaruhi seseorang dalam penyelenggaraan pilkada atau pemilu," ujar Titi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (29/6/2018).

Sanksi bagi yang melanggar tercantum dalam Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 182A yang berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp 24 juta dan dan paling banyak Rp 72 juta".

Baca juga: Ridwan Kamil Tanggapi Kejadian Guru yang Dipecat karena Pilih Dirinya

Titi mengatakan, paksaan oleh satu pihak kepada pihak lain dengan tujuan memilih pasangan calon pemimpin yang diusungnya merupakan kesesatan dalam memaknai loyalitas terhadap calon yang diusungnya.

Titik mengatakan, seorang atasan di sebuah instansi sah-sah saja mengampanyekan kepada bawahannya untuk memilih calon yang dia suka.

Namun, merupakan sebuah pelanggaran jika atasan atau lembaga memaksakan kehendakmya tersebut.

Terkait kasus dugaan adanya paksaan dalam memilih yang terjadi terhadap seorang guru di Bekasi, Titi belum mengetahu informasi tersebut.

Namun, dia berharap, fenomena itu hanya fenomena kasuistik dan bukan fenomena umum.

"Kalau itu menjalar dan menjadi fenomena umum, itu sangat luar biasa, itu teror dalam demokrasi kita," ujar Titi.

Robiatul Adawiyah, guru sekolah dasar yang mengaku dipecat karena dukung RK.KOMPAS.com/ DEAN PAHREVI Robiatul Adawiyah, guru sekolah dasar yang mengaku dipecat karena dukung RK.

Dugaan kasus pemaksaan dalam memilih terjadi di Bekasi. Guru Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Maza Kota Bekasi bernama Robiatul Adawiyah mengaku dipecat karena beda pilihan dengan arahan sekolah dalam Pilkada 2018.

Kabar pemecatan guru ini mulanya viral di media sosial Facebook. Informasi itu diunggah pemilik akun bernama Andriyanto Putra Valora yang merupakan suami dari Robiatul. Dugaan pemecatan disampaikan melalui pesan WhatsApp.

Terkait masalah ini, pihak pimpinan sekolah belum dapat dimintai keterangan. Hanya saja, Tri, yang merupakan seorang guru di sekolah tersebut menyampaikan bahwa pihak sekolah tidak berniat melakukan pemecatan.

Baca juga: Guru di Bekasi yang Dipecat karena Pilih Ridwan Kamil Menolak Balik Ke Sekolah

Menurut dia, percakapan WhatsApp tersebut hanya salah ucap karena pihak sekolah lelah setelah mengadakan event-event di sekolah.

"Mungkin semuanya jadi dalam kondisi lelah ada salah ucap, ada salah kata, itu wajar saja, semua orang bisa dalam posisi seperti itu dan itu enggak ada rencana atau kata terucap sebuah keputusan yang sepihak, enggak ada sebenarnya," kata Tri, Jumat.

Pihak sekolah dan Robiatul telah berdamai. Robia menerima permintaan maaf pihak sekolah. Kendati demikian, ia menolak ajakan pihak sekolah untuk kembali mengajar di sana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pendaftaran PPK Pilkada Depok 2024 Dibuka, Berikut Syarat dan Ketentuannya

Pendaftaran PPK Pilkada Depok 2024 Dibuka, Berikut Syarat dan Ketentuannya

Megapolitan
Gibran Sambangi Rusun Muara Baru Usai Jadi Wapres Terpilih, Warga: Ganteng Banget!

Gibran Sambangi Rusun Muara Baru Usai Jadi Wapres Terpilih, Warga: Ganteng Banget!

Megapolitan
Sespri Iriana Jokowi hingga Farhat Abbas Daftar Penjaringan Cawalkot Bogor dari Partai Gerindra

Sespri Iriana Jokowi hingga Farhat Abbas Daftar Penjaringan Cawalkot Bogor dari Partai Gerindra

Megapolitan
Pria Terseret 150 Meter saat Pertahankan Mobil dari Begal di Bogor

Pria Terseret 150 Meter saat Pertahankan Mobil dari Begal di Bogor

Megapolitan
Mangkirnya Terduga Penipu Beasiswa S3 Filipina, Terancam Dijemput Paksa Apabila Kembali Abai

Mangkirnya Terduga Penipu Beasiswa S3 Filipina, Terancam Dijemput Paksa Apabila Kembali Abai

Megapolitan
Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Apesnya Anggota Polres Jaktim: Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi, padahal Tengah Antar Mobil Teman

Megapolitan
Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Tak Kapok Pernah Dibui, Remaja Ini Rampas Ponsel di Jatiasih dan Begal Motor di Bantargebang

Megapolitan
14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

14 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari Per 24 April 2024

Megapolitan
BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

BPBD DKI: Waspada Banjir Rob di Pesisir Jakarta pada 25-29 April 2024

Megapolitan
Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Bocah 7 Tahun di Tangerang Dibunuh Tante Sendiri, Dibekap Pakai Bantal

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Tiktoker Galihloss Terseret Kasus Penistaan Agama, Ketua RW: Orangtuanya Lapor Anaknya Ditangkap

Megapolitan
Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Warga Rusun Muara Baru Antusias Tunggu Kedatangan Gibran Usai Penetapan KPU

Megapolitan
Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Pembatasan Kendaraan Dianggap Bisa Kurangi Macet Jakarta, Asalkan Transportasi Publik Baik

Megapolitan
Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Buang Pepaya karena Sepi Pembeli, Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Rugi Besar

Megapolitan
Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Gara-gara Sakit Hati, Seorang Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com