JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Aksi Transportasi Online (KATO) berencana menggelar aksi unjuk rasa.
Hal itu menyusul ditolaknya gugatan KATO soal uji materi Pasal 47 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Koordinator Presidium KATO Said Iqbal mengatakan, mereka akan menggaungkan kampanye tidak memilih presiden yang tidak melindungi ojek online.
"Langkah gerakan ya aksi. Terserah mau dibilang politisasi," ujar Said, saat konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (1/7/2018).
Baca juga: Ojek Online Ditolak Sebagai Angkutan Umum, Jokowi Akan Digugat
"Selain tenaga kerja asing, isu ojek online yang jumlahnya sudah hampir 1 juta, dengan keluarganya mungkin 3 juta orang ada di situ, kita akan mengampanyekan ya jangan pilih presiden yang tidak melindungi ojek online," tambah dia.
Pasca-MK menolak gugatan mereka, KATO juga akan mengajukan citizen law suit atau gugatan warga negara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ada enam orang yang akan digugat.
Keenam orang itu yakni Presiden RI Joko Widodo, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Kementerian Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.
"Siapa yang digugat? Presiden, wakil presiden, menteri perhubungan, menteri tenaga kerja, menkominfo, ketua DPR," kata Presiden KSPI itu.
Baca juga: Gugatan Ojek Online Ditolak MK, YLKI Sarankan Bawa Ke DPR
Ada dua gugatan yang akan dilayangkan dalam citizen law suit itu. Pertama, meminta majelis hakim menyatakan keenam tergugat bersalah tidak melindungi pengemudi ojek online.
Sementara yang kedua, KATO meminta sepeda motor ditetapkan sebagai angkutan umum. MK sebelumnya memutuskan menolak melegalkan ojek online sebagai alat transportasi umum.
Putusan ini diambil oleh MK terhadap uji materi perkara Nomor 41/PUU-XVI/2018, yang diajukan oleh para pengemudi ojek online.
MK menolak permohonan pemohon karena menganggap sepeda motor bukan kendaraan yang aman untuk angkutan umum. MK menyatakan, ojek online tetap dapat berjalan meski tidak diatur dalam UU LLAJ.