Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suka dan Duka Shandra Mengolah Limbah Elektronik

Kompas.com - 03/07/2018, 10:51 WIB
Ardito Ramadhan,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah 10 tahun terakhir Shadra (32 tahun) hidup dari tumpukan limbah barang-barang elektronik seperti telepon genggam dan komputer. Dari tumpukan rongsokan itulah Shandra menyulap limbah menjadi sumber penghasilannya. Ia melebur emas-emas yang tersisa di barang-barang rongsokan tersebut.

Perkenalan Shandra dengan profesi sebagai ‘penambang’ emas dimulai dari keinginan Shandra memiliki pekerjaan yang santai tetapi tetap menghasilkan uang. Lewat calon mertuanya dulu, ia akhirnya dikenalkan dengan pekerjaan yang unik tersebut.

“Saya kan orangnya malas, kaga mau capek kayak orang lainlah. Ga mau serabutan kerja di kebun atau kerja sama orang. Jadi saya menekuni ini kayakya enak masa depannya, gak monotonlah,” kata Shandra saat ditemui Kompas.com beberapa waktu lalu.

Baca juga: Shandra Mendulang Emas Murni dari Barang Bekas Ponsel dan Komputer

Shandra menyebutkan, penghasilannya sebagai ‘penambang’ cukup lumayan.

“Kalau kerja sama orang ya tiap bulan gajinya segitu-gitu saja tak ada tambahan. Coba di bidang kayak gini dapat borongan, gaji Presiden juga kalah. Saya aja kadang-kadang punya barang dari sehari punya untung Rp 800 ribu. Gaji siapa yang segitu?” kata dia.

Shandra menambahkan, keuntungan yang diperolehnya tidak terbatas pada uang. Ia mengatakan, dirinya mempunyai banyak relasi dengan menekuni profesi tersebut. Relasinya terbentang hingga Korea dan China.

“Dulu saya kerja di mobil, kenek bus ke Jawa Solo, cuma saya pikir saya tua di jalan. Kalau kayak begini, pengalaman lebih luas, bisa kenal sama orang-orang luar, Korea, Tiongkok dari beginian. Dari rongsokan kadang orang menyepelekan, tapi gak tahu aja duitnya bisa berapa,” kata Shandra.

Walau begitu, Shandra mengatakan keuntungan yang diperolehnya bak lotere. Ketika ada proyek borongan, penghasilannya berlipat ganda. Ketika tidak ada borongan,  Shandra harus bekerja keras mencari barang-barang rongsok yang bisa dilebur.

Menurut Shandra, pekerjaan sebagai ‘penambang’ emas tidak membuatnya lepas dari drama-drama dunia kerja. Keuntungan besar yang diperoleh dari pengolahan limbah elektronik sering memunculkan perselisihan.

“Namanya duit tuh sensitif. Kadang ngasih duit buat beli barang, duitnya ga ada barangnya gak ada. Saya berusaha jujur tapi ya tetap di bawah saya kadang ada juga yang nggak jujur,” kata Shandra.

Ia berkisah, dirinya pernah bekerja sebagai pelebur limbah elektronik pada seseorang. Namun ia memilih berhenti karena merasa tidak dipercayai bosnya. Hal itulah yang kini membuatnya bekerja independen sebagai pedagang limbah elektronik.

“Kalau sama orang kan khawatir uangnya dicolong.... Saya ngikut sama bos enam tahun jadi peleburnya mulai dari enak sampai kaga enak ya timbul gak nyaman, akhirnya pilih kerja sendiri aja,” kata dia.

Ia menambahkan, bekerja sebagai pelebur memberi efek buruk bagi kesehatannya. Sebab, setiap hari ia mesti berkutat dengan zat-zat kimia berbahaya yang digunakan dalam proses peleburan limbah.

“Itu kan kimia baunya nggak kuat. Nggak sehari-hari sih tapi kan tetap saja sedikit banyak terisap. Saya selama enam tahun aja kayaknya nafas buat lari, buat apa udah ngga kuat, udah ngos-ngosan,” kata Shandra.

Kini, Shandra hanya melakukan jual-beli limbah elektronik berupa telepon genggam atau komputer yang komponen-komponennya dapat dilebur untuk mendapatkan sisa-sisa emasnya. Ia mengatakan, pekerjaannya itu sudah bisa menghidupi keluarga kecilnya.

“Alhamdulillah buat sebulan, sehari-hari cukup. Soalnya yang kerja beginian kan megang duit lah, ga mungkin kekurangan,” kata Shandra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Siswa SMP di Palmerah Ditemukan Gantung Diri di Kamarnya

Megapolitan
Selain Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Selain Gerindra, Sekretaris Pribadi Iriana Jokowi Juga Mendaftar Calon Wali Kota Bogor Lewat PDI-P

Megapolitan
Keluarga Pemilik Toko Bingkai 'Saudara Frame' yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Keluarga Pemilik Toko Bingkai "Saudara Frame" yang Kebakaran Dikenal Dermawan

Megapolitan
Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Ratusan Orang Tertipu Beasiswa S3 di Filipina, Percaya karena Pelaku Pernah Berangkatkan Mahasiswa

Megapolitan
 Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Aksi Lempar Botol Warnai Unjuk Rasa di Patung Kuda

Megapolitan
Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Satu Keluarga atau Bukan

Polisi Belum Bisa Pastikan 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Satu Keluarga atau Bukan

Megapolitan
Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Demo di Depan Kedubes AS, Koalisi Musisi Bersama Kontras Tuntut Kemerdekaan Palestina

Megapolitan
Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Massa Gelar Demo di Patung Kuda, Tuntut MK Adil Terkait Hasil Pemilu 2024

Megapolitan
Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Megapolitan
Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran 'Saudara Frame'

Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran "Saudara Frame"

Megapolitan
Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Megapolitan
Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Megapolitan
Identitas 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Belum Diketahui

Identitas 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Belum Diketahui

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com