JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencopot Satya Heragandhi sebagai Direktur Utama PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Satya dicopot lewat rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa yang berlangsung Selasa (10/7/2018).
Anies membantah ada kesalahan yang dilakukan oleh Satya. Ia menyebut justru karena Satya sangat fasih soal light rail transit (LRT), ia dipersiapkan untuk mengisi jabatan di perusahaan operasional LRT yang akan dibentuk DKI.
"Jadi bukan Pak Satya hilang. Enggak, justru Pak Satya yang sudah menguasai soal LRT kita ingin Pak Satya fokus di LRT Jakarta," ujar Anies, Rabu (12/7/2018).
Baca juga: Anies Sebut Mantan Dirut Jakpro Akan Ditempatkan di LRT Jakarta
Satya digantikan oleh bekas Direktur Manajemen Aset PT Pertamina Dwi Wahyu Daryoto. Anies mengatakan Dwi Wahyu adalah sosok yang tepat memimpin BUMD Jakarta. Dwi menguasai pengelolaan aset, bidang yang selama ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi Jakarta.
"Kita alhamdulillah mendapatkan seorang dirut yang punya pengalaman di bidang pengelolaan aset yang baik," kata Anies di Jakarta Pusat, Rabu (11/7/2018).
"Karena sesuai sama kompetensi saya kan. Saya di Pertamina Direktur Manajemen Aset jadi agak berhubungan lah dengan bisnisnya Jakpro. Saya juga punya kompetensi di human capital karena waktu itu (sebelumnya) Direktur SDM," kata Dwi.
Dwi tercatat mulai masuk PT Pertamina pada Desember 2014 silam. Saat itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menambah direksi setelah mendapatkan usulan dari mantan Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, dan berkonsultasi dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kala itu, Sudirman Said.
Baca juga: Sepak Terjang Dwi Wahyu Daryoto, Dirut Jakpro Pilihan Anies
Bagi Dwi, sosok Sudirman tak asing. Sudirman adalah seniornya di STAN. Sudirman angkatan 1985 sementara Dwi angkatan 1986. Namun Dwi membantah ia mendapat posisi di Jakpro melalui Sudirman yang merupakan bekas tim sukses Anies-Sandi.
"Percaya atau enggak tapi saya jamin demi Allah (sebelum dan saat proses seleksi) tidak ada komunikasi dengan Pak Dirman apalagi dengan Pak Gubernur juga dengan Pak Sandi," ujar Dwi.
Hubungan Dwi dengan Sandiaga juga bukan kali ini saja. Sebelum berkiprah di Pertamina, Dwi bekerja di Pricewaterhousecoopers (PWC) dari tahun 1998 dengan posisi terakhir sebagai partner. Jasa PWC digunakan oleh perusahaan-perusahaan milik Sandiaga.
"Saya kan auditornya Pak Sandi. Recapital, Adaro, auditornya pakai PWC jadi ya mohon maaf kalau beliau tahu saya," ujar Dwi Wahyu.
Baca juga: Sandiaga: Asli, Saya Enggak Tahu Dwi Wahyu Daftar Jadi Dirut Jakpro
Sandiaga sendiri mengaku tak ikut campur dalam proses seleksi. Ia mengaku tahu Dwi melamar untuk posisi dirut dan cukup senang karena tahu Dwi memiliki integritas yang baik.
"Sebelum saya text (pesan singkat) dia, dia text saya, dia bilang bahwa... Setelah disetujui oleh saya dan Pak Anies dia text dia bilang terima kasih atas amanahnya dan itu pertama kali kita berhubungan," ujar Sandiaga.
DPRD
Sehari setelah pengangkatan, Dwi langsung mengikuti rapat bersama Komisi B dan Komisi C DPRD DKI. Anggota Komisi C Cinta Mega, tak mempermasalahkan rekam jejak Dwi yang dicopot dari Pertamina.
"Ini kan dari pusat (BUMN) ke DKI (BUMD)," kata Cinta dalam rapat bersama jajaran direksi BUMD, Rabu siang.
Cinta mengatakan meski Dwi baru menjabat, ia harus mulai memikirkan pengembangan bisnis Jakpro. Ia meminta agar Dwi mampu membuat Jakpro memberikan pemasukan bagi DKI.
"Karena kalau saya terkesan business development-nya enggak jalan," kata Cinta.
Selain harus membangun bisnis Jakpro yang sehat, Dwi juga tengah dituntut untuk menyelesaikan proyek light rail transit (LRT) yang tenggatnya sebelum pelaksanaan Asian Games 2018. Proyek itu kini menunggu sertifikasi dari Kementerian Perhubungan dan tinggal menunggu penyelesaian di area depo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.