Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desakan Mencabut Aturan BPJS Kesehatan yang Dianggap Merugikan Pasien...

Kompas.com - 03/08/2018, 11:05 WIB
David Oliver Purba,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) meminta BPJS Kesehatan membatalkan tiga aturan baru yang tercantum dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan 2018 BPJS Kesehatan Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018.

Aturan itu berisi pembatasan jaminan pada kasus katarak, bayi baru lahir, dan rehabilitasi medik. PB IDI menilai aturan tersebut hanya akan merugikan pasien. Selain itu, aturan tersebut dinilai menabrak sejumlah aturan perundang-undangan.

"IDI meminta BPJS Kesehatan membatalkan Perdirjampel Nomor 2,3, dan 5 Tahun 2018 untuk direvisi sesuai dengan kewenangan BPJS Kesehatan yang hanya membahas teknis pembayaran dan tidak memasuki ranah medis," kata Ketua PB IDI Ilham Oetama Marsis dalam konfrensi pers di Kantor IDI Pusat, di Jakarta, Kamis (2/8/2018).

Baca juga: PB IDI: 3 Aturan Baru BPJS Kesehatan Akan Merugikan Pasien

Penghematan anggaran

Defisit neraca keuangan yang dialami BPJS Kesehatan membuat lembaga ini berupaya melakukan penghematan biaya.

Merujuk dari Rencana Kinerja dan Anggaran Tahunan BPJS Kesehatan tahun 2018, pendapatan ditargetkan mencapai Rp 79,77 triliun dan pembiayaan sebesar Rp 87,80 triliun yang artinya defisit sekitar Rp 8,03 triliun.

Penghematan itu membuat BPJS Kesehatan mengeluarkan tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) baru.

Baca juga: Ketua IDAI: Aturan Baru BPJS Kesehatan Akan Turunkan Hak Hidup Bayi

Peraturan yang diterbitkan tersebut terkait Penjaminan Pelayanan Katarak, Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Baru Lahir Sehat, dan Pelayanan Rehabilitasi Medik. Aturan tersebut mulai berlaku 25 Juli 2018.

Dengan terbitnya tiga aturan itu diyakini BPJS Kesehatan bisa menghemat anggaran hingga Rp 360 miliar.

"Efisiensi yang diharapkan atas penataan penjaminan ketiga tindakan ini hampir sekitar Rp 360 miliar apabila dilaksanakan sejak Juli ini," ujar Deputi Direksi Bidang Jaminan Pelayanan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan Budi Mohamad Arief.

Baca juga: Tahun Ini BPJS Kesehatan Diperkirakan Defisit Rp 16,5 Triliun

Penjelasan terkait tiga aturan baru

BPJS membantah rumor yang beredar yang menyebutkan bahwa BPJS menghapus penjaminan layanan katarak, rehabilitasi medik, dan bayi baru lahir sehat.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Nopi Hidayat menjelaskan, ketiga pelayanan kesehatan itu tetap dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Di media sosial, terutama Twitter, warganet mempertanyakan kebenaran informasi yang menyebutkan penghapusan tiga layanan itu.

Untuk pelayanan katarak, BPJS Kesehatan akan menjamin pelayanan operasi katarak sesai dengan Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan.

“Peserta penderita katarak dengan visus (lapang pandang penglihatan) pada kriteria tertentu dengan indikasi medis dan perlu mendapatkan operasi katarak, akan tetap dijamin BPJS Kesehatan,” ujar Nopi.

Namun, penjaminan ini tetap memperhatikan kapasitas fasilitas kesehatan seperti jumlah tenaga dokter mata dan dokter yang memiliki sertifikasi kompetensi.

BPJS Kesehatan akan menjamin semua jenis persalinan baik normal (baik dengan penyulit maupun tanpa penyulit) maupun caesar, termasuk pelayanan untuk bayi baru lahir beserta ibunya.

Baca juga: Aturan Baru BPJS Kesehatan, Pasien Rehabilitasi Medik Lebih dari 2 Kali Sepekan Tanggung Biaya Sendiri

Namun, apabila bayi membutuhkan pelayanan atau sumber daya khusus, maka diatur dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 3 Tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, faskes dapat menagihkan klaim di luar paket persalinan.

Rehabilitasi medik atau fisioterapi tetap dijamin dengan kriteria frekuensi maksimal yang ditetapkan dalam Peraturan Dirjen Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan.

Tindakan rehabilitasi yang semula bisa dilakukan lebih dari 2 kali dalam satu minggu, kini dibatasi menjadi maksimal 2 kali setiap minggunya.

Jadi, implementasi 3 aturan ini tidak dimaksudkan untuk membatasi atau mencabut pelayanan kesehatan yang diberikan, namun penjaminan pelayanan tersebut disesuaikan dengan kemampuan keuangan BPJS Kesehatan.

Baca juga: Aturan Baru BPJS Kesehatan Dinilai Tingkatkan Risiko Kebutaan di Indonesia

Dinilai merugikan pasien

PB IDI menilai tiga aturan baru BPJS Kesehatan akan merugikan pasien. Ketua PB IDI Ilham Oetama Marsis mengatakan, semua kelahiran harus mendapatkan penanganan yang optimal karena bayi baru lahir berisiko tinggi mengalami sakit, cacat, bahkan kematian.

Marsis menilai aturan baru BPJS Kesehatan terkait perawatan bayi bertentangan dengan semangat IDI untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi.

Terkait kasus katarak, Marsis mengatakan, kebutaan akibat katarak di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Aturan baru BPJS Kesehatan malah akan mengakibatkan angka kebutaan semakin meningkat.

Begitu juga dengan pembatasan pelayanan rehabilitasi medik maksimal dua kali sepekan juga akan merugikan pasien.

Tiga aturan itu secara tidak langsung memaksa pasien untuk mengeluarkan biaya sendiri karena kebutuhan kesehatannya dibatasi. Sedangkan pihak rumah sakit juga terpaksa mengikuti aturan tersebut karena tidak ingin pelayanan kesehatannya tidak bisa diklaim karena tidak sesuai dengan sejumlah syarat yang berlaku.

"Misalnya rumah sakit tetap melayani dengan pola lama, dia akan melakukan klaim, BPJS tentunya akan menolak. Beberapa item tidak akan dibayar. Ini akan terjadi suatu masalah antara rumah sakit dan masyarakat," ujar Marsis

Minta ditunda

Kementerian Kesehatan mendesak BPJS Kesehatan untuk menunda pelaksanaan tiga aturan yang baru diterbitkan tersebut.

Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek mengatakan, dalam hal ini tidak ada diagnosa bayi lahir sehat atau bayi lahir sakit. Menurutnya bayi yang sehat dalam kandungan belum dapat dipastikan persalinannya normal.

Dalam keadaan selanjutnya bisa terdapat komplikasi yang sebelumnya tidak diketahui sehingga memerlukan pemantauan untuk mencegah kematian bayi dan untuk keselamatan ibunya.

Baca juga: BPJS Kesehatan Berharap Cukai Rokok Bisa Tutupi Defisit

Minta dicabut

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) meminta BPJS Kesehatan untuk mencabut tiga peraturan direktur tersebut karena dinilai menyalahi aturan.

Ketua DJSN Sigit Priohutomo menyebutkan Direksi BPJS Kesehatan tidak berwenang menetapkan manfaat JKN yang dapat dijamin. Manfaat JKN diatur dalam Peraturan Presiden yang ditetapkan oleh presiden.

Selain itu penyusunan tiga peraturan direktur disebut tidak didahului dengan kajian yang dikonsultasikan pada DJSN dan para pemangku kepentingan.

Dia menambahkan penerbitan peraturan direktur tersebut juga dinilai tidak mengikuti tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan UU Nomor 12 Tahun 2011.

PB IDI juga mendesak BPJS Kesehatan membatalkan aturan itu. Menurut lembaga profesi dokter ini, salah satu yang terdampak aturan tersebut adalah dokter. Sejumlah tindakan kedokteran akan dibatasi dengan adanya aturan itu.

Hal tersebut, kata Marsis, berpotensi melanggar sumpah dan kode etik yaitu melakukan praktek kedokteran tidak sesuai standar profesi.

Penerapan aturan itu juga berpotensi meningkatkan konflik antara dokter dengan pasien serta dokter dengan fasilitas pelayanan kesehatan.

Alasan lain mengapa aturan itu harusnya dibatalkan karena berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) SJSN Nomor 40 Tahun 2004 Pasal 24 ayat 3.

Dalam melakukan upaya efisiensi, BPJS Kesehatan harusnya tidak mengorbankan mutu pelayanan dan membahayakan keselamatan pasien.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' ke RS Polri

Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" ke RS Polri

Megapolitan
Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Megapolitan
Sebelum Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Sebelum Toko "Saudara Frame" Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Megapolitan
Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Megapolitan
Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

Megapolitan
Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Megapolitan
Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Megapolitan
Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik 'Saudara Frame' Tinggal di Lantai Tiga Toko

Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik "Saudara Frame" Tinggal di Lantai Tiga Toko

Megapolitan
Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Megapolitan
Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Megapolitan
Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Warga DKI yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Warga DKI yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com