Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heryadi Silvianto
Dosen FIKOM UMN

Pengajar di FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan praktisi kehumasan.

Gubernur, Media Sosial, dan Fenomena "Like and Dislike"

Kompas.com - 04/08/2018, 18:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

GUBERNUR Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Anies Baswedan berusaha menanggapi cecaran pertanyaan awak media mengenai sejumlah isu yang berkembang di media sosial.

Dari mulai revitalisasi pedestrian di Jalan Sudirman dan Jalan MH Thamrin yang menyisakan tanya mengapa ada jarak pemisah rumput dari halte bis dengan perhentian, tidak terawatnya Kalijodo dan penutupan Kali Item menggunakan waring. Darimana awal mula isu-isu itu muncul, tidak lain dan tidak bukan dari medsos.

Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Sandiaga Uno nampak sehari-hari disibukan menjawab pertanyaan seputar apa yang berkembang di medsos. Ada kalanya menjawab lewat akun media sosial @aniesbawedan dan @sandiuno.

Selain itu melalui akun official nonformal seperti @SuaraAnies turut serta menjadi pihak yang tidak terpisahkan dari proses kontranarasi tersebut. Tidak cukup sampai di situ, jawaban juga disiapkan kedua tokoh DKI ini saat menghadapi wartawan balaikota di dunia semi realitas.

Media sosial tidak dapat dipungkiri saat ini menjadi katalis pesan yang sangat efektif dalam menyampaikan sejumlah permasalahan publik. Jika pesan yang disampaikan menemukan momentumnya, maka dia akan digandrungi warganet atau netizen, tersebutlah namanya viral.

Terlebih jika pesan kegelisahan itu dipantulkan oleh selebtwit atau gate keepers yang memilki followers dengan engagement yang banyak.

Karena itu pula banyak kepala daerah "zaman now" merasa perlu terjun dan mampu lebih sensitif merespons beragam isu yang berkecamuk di media sosial. Dari yang sekadar ada dan menggugurkan kewajiban, hingga mengelolanya secara serius.

Bahkan untuk memonitoring lalu lintas isu di medsos sejumlah kepala daerah memiliki semacam situation room, bahkan ekstremnya war room.

Dalam satu titik kesadaran tertentu apakah memang harus sedemikian intens medsos diperhatikan? Bukankah seorang kepala daerah memiliki tupoksi yang lebih kompleks daripada sekadar "mengurusi medsos"?

Tugas dan gubernur diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam beleid-nya Pasal 91 Ayat (2) melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, maka tugas gubernur yakni: Mengoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Tugas Pembantuan di Daerah kabupaten/kota; melakukan monitoring, evaluasi, dan supervisi terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota yang ada di wilayahnya; memberdayakan dan memfasilitasi Daerah kabupaten/kota di wilayahnya;melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang RPJPD, RPJMD, APBD; perubahan APBD, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, tata ruang daerah, pajak daerah, dan retribusi daerah; melakukan pengawasan terhadap Perda Kabupaten/Kota; dan melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jika merujuk UU Pemda maka tidak ada satupun yang secara teknis mengamanatkan seorang gubernur mengurusi media sosial. Tentu saja menanggapi hal itu, bukan berarti memiliki dalih pijakan normatif yang kuat untuk tidak meladeni isu di medsos.

Ilustrasi media sosialdiego_cervo Ilustrasi media sosial
Sudah sepantasnya menjadikan beragam isu yang berseliweran di medsos ditempatkan pada koridor rule of the game seorang kepala daerah. Agar pada akhirnya setiap keluhan medsos masuk secara resmi (input) ke dalam sistem birokrasi yang ada dan capaian yang telah ditetapkan (output) sesuai target (output) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Baca juga: Tak Ada di RPJMD, Anies Sebut Reklamasi Tak Menjadi Rencana Kerjanya

Di dalamnya ada penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) serta memerhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

RPJMD memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Perangkat Daerah, program kewilayahan yang disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.

Isu yang berkembang di medsos sudah terbukti sangat efektif menjadi alarm dalam proses menjalankan roda pemerintahan. Namun tentu bukan satu-satunya, karena masih banyak medium komunikasi lain yang satu dengan lainnya terintegrasi.

Maka gubernur harus membuka kanal masukan dan dialog langsung hingga ke ranting terendah RT dan RW, semisal lewat Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang tidak formalistik atau laporan ke kelurahan yang akan memiliki jawaban pasti, meski tidak selamanya solusi.

Publik harus terbiasa menyampaikan keluhan lewat jalur formal dan merasakan manfaatnya langsung. Ada kepastian karena cepat direspons dan terjadwal.

Tidak menunggu viral dan menjadi perbincangan yang memantik polemik, karena kerja birokrasi cepat dan efektif dalam menangkap keluhan warga. Jika kepercayaan publik telah tumbuh maka pertemuan tatap muka akan sama andalnya via medsos, karena proses administrasi keluhan dapat dipertanggungjawabkan secara by name by address.

Sehingga bukan hanya sekadar mengelola medsos government, namun jauh lebih dalam sebagai cerminan e-government yang good governance.

Electronics government, juga disebut e-gov, digital government, online government atau dalam konteks tertentu transformational government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan.

E-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis.

Model penyampaian yang utama adalah Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C), Government-to-Business (G2B) serta Government-to-Government (G2G). Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik.

Sehingga saat seorang kepala daerah memperbaiki halte atau membersihkan kali berdasarkan keluhan netizen menjadi satu yang tidak terpisahkan dari kebijakan yang telah dirumuskan. Perbaikan halte merupakan satu bagian kecil program revitalisasi trotoar secara keseluruhan.

Sebagaimana pemasangan waring hanya sebagai solusi sementara menyambut Asian Games dan tetap menjadi bagian dari program normalisasi 13 sungai besar beserta alirannya.

Pun juga, pengelolaan beragam isu medsos lainnya gubernur sesungguhnya sedang memastikan tetap sejalan skema puzzle program yang tidak terpisahkan dari kerja-kerja besar. Terlebih di persoalan-persoalan yang subtansial seperti kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kesehatan.

Bukan sekadar selera sesaat karena berusaha memuaskan netizen. Hingga akhirnya seringkali terjebak pada diskursus dan polemik yang tidak bertepi.

Kepala daerah harus sensitif, namun tidak boleh reaktif. Karena sesungguhnya mereka mengemban amanah anggaran dan program dari masyarakat yang memilih maupun tidak memilih mereka.

Baca juga: Prasetio: Sebenarnya Kali Item Sudah Diperbaiki Maksimal oleh Pendahulunya, Kan Ada di Medsos


Media Harus lebih selektif

Media sosial saat ini telah menjadikan setiap orang adalah redaksi, mereka membuat berita tanpa kantor dan editor. Atas dasar itu sangat mungkin kita menemukan pesan yang tidak sempurna dan terdistorsi.

Ironisnya dalam beberapa kesempatan kita menemukan jurnalis dan media menjadikan media sosial sebagai rujukan dalam mengambil sumber berita. Karena dianggap menghadirkan nilai berita (news value). Membuat berita atas apa yang ramai dan riuh di medsos, bukan sekadar apa yang ada di dunia realitas.

Mereka seakan lupa untuk menangkap kegelisahan langsung dari sumber berita asli. Senang menjadi pemantul medsos, terlebih dalam situasi yang agak memprihatinkan proses pembuatan berita merujuk dari akun-akun anonim.

Ilustrasi media sosialTHINKSTOCKS/NICO ELNINO Ilustrasi media sosial
Diedit seperlunya dan menjadi agen multiplier effect atas informasi itu. Terlebih jika pesan kegelisahan itu dipantulkan oleh selebtwitt atau gate keepers yang memilki followers maupun engagement yang banyak.

Tentu saja perilaku itu tidak menjadi gambaran umum kinerja jurnalis, tapi tidak dapat dipungkiri kini sudah mulai marak dan menggejala pola kerja jurnalistik model seperti itu. Padahal kerja-kerja jurnalistik harus ditegakan dalam trahnya dengan memantik sumber berita dari 'sumur' informasi yang tepat.


Adaptif medsos dan responsif kanal

Medsos harus tetap menjaga ruang kritis warga, namun di sisi lain juga jangan sekadar menjadikannya satu-satunya kanal untuk menyampaikan kegelisahan. Gubernur harus hidupkan ruang nyata, sebagaimana ruang virtual.

Agar publik punya pilihan yang variatif dalam menyampaikan masukan. Justru sudah sepantasnya bagi gubernur, perkembangan isu medsos menjadi alat deteksi dini dalam mengukur kinerjanya.

Sebelum kita mengambil prasangka buruk, bisa jadi itu merupakan bentuk keputusasaan warga atas mandeknya kanal yang ada.

Ruang balai kota harus tetap terbuka untuk aspirasi dengan prosedur yang tetap tertib, sejalan dengan itu hierarkis di bawahnya punya standard operational procedure (SOP) yang serupa. Ibaratnya menyampaikan masukan ke gubernur sama mudahnya dengan ke wali kota, camat,  dan lurah.

Mau tidak mau game has been changing dengan adanya medsos, maka bukan hal yang tabu bagi gubernur beserta jajarannya untuk beradaptasi dengan langgam baru tersebut. Tapi juga jangan latah dan kelewat "alay" tenggelam dalam riuh rendah medsos.

Gubernur dapat menjadikan medsos sebagai salah satu tools menerima masukan dan saran. Jika memang itu baik dan sesuai dengan sasaran sebuah kota, maka sudah sepantasnya seorang kepala daerah untuk tidak alergi menganulir dan memperbaiki kebijakannya.

Jika benar masukan warga maka layak diikuti, pun jika salah dapat dikoreksi. Hukum yang sama berlaku kepada warganet, mereka harus fair play jika memang pada akhirnya ada perbaikan.

Benci dan suka ada kadarnya, benar dan salah ada pijakan argumentasinya. Bukan sekadar sikap psikologis like and dislike.

Gubernur juga dapat menjadikan medsos sebagai salah satu perangkat deteksi dan monitoring isu. Menangkap perbincangan virtual warga untuk dijadikan pijakan perbaikan kebijakan maupun program.

Dus, bisa jadi ada banyak masukan yang baik dan bermakna. Tetap membuka diri dan berpikir positif dalam memandang masukan akan sangat menentukan kapasitas dan kualitas informasi yang kita terima. Sehingga pada akhirnya terbiasa memilah dan memilih yang baik secara proporsional. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Jual Foto Prabowo-Gibran, Pedagang Pigura di Jakpus Prediksi Pendapatannya Bakal Melonjak

Megapolitan
Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Periksa Kejiwaan Anak Pembacok Ibu di Cengkareng, Polisi: Pelaku Lukai Tubuhnya Sendiri

Megapolitan
Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Fahira Idris Paparkan 5 Parameter Kota Tangguh Bencana yang Harus Dipenuhi Jakarta sebagai Kota Global

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com