JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta kembali menggelar mediasi penyelesaian sengketa pemilu antara politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Senin (20/8/2018).
Mediasi hari ini akan digelar di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Jalan Danau Agung 3 Nomor 5, Sunter, Jakarta Utara pada pukul 11.00.
Komisioner Bawaslu DKI Jakarta Puadi mengatakan, mediasi hari ini merupakan mediasi lanjutan karena mediasi pada Kamis (16/8/2018) lalu belum menemui titik temu.
Baca juga: Jika Mediasi Buntu, Sengketa Taufik dan KPU DKI Diselesaikan dengan Ajudikasi
"Kami beri kesempatan kepada pemohon dan termohon, masih ada waktu satu hari lagi untuk melakukan mediasi lagi," kata Puadi saat ditemui seusai mediasi pada Kamis.
Puadi menuturkan, dalam mediasi Kamis lalu, kedua belah pihak masih bersikukuh dengan pendapatnya masing-masing.
KPU DKI Jakarta tetap berpatokan pada Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan terpidana narkoba, korupsi, dan kejahatan seksual terhadap anak mencalonkan sebagai anggota legislatif.
Baca juga: Mediasi Sengketa Taufik dan KPU DKI Akan Dilanjutkan 20 Agustus
Mediasi hari ini merupakan mediasi terakhir yang digelar Bawaslu DKI Jakarta.
Apabila mediasi belum menghasilkan kata sepakat, Bawaslu akan menggelar proses ajudikasi.
Baca juga: Wagub DKI atau Caleg DPRD, Taufik Jawab Begini
"Apabila tidak ada kata sepakat antara pemohon dan termohon, ya langsung saja proses ajudikasi. Kami sudah bikin schedule ajudikasinya," ujar Puadi.
Dalam proses ajudikasi, pemohon dan termohon akan kembali menyampaikan keberatan dan pandangannya.
Sejumlah saksi ahli yang diajukan kedua pihak juga akan dihadirkan sebagai pembuktian dalam proses ajudikasi.
Baca juga: Hadiri Mediasi, Taufik Bersikukuh KPU Langgar UU
Adapun proses ajudikasi tersebut akan berakhir pada 3 September 2018 di mana Bawaslu akan mengeluarkan amar putusan yang mesti ditaati termohon atau pemohon.
Taufik menggugat KPU lantaran ia tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon legislatif pada Pemilu 2019.
Baca juga: Taufik Hadiri Mediasi di Kantor Bawaslu DKI
Menurut dia, PKPU 20 Nomor 20 Tahun 2018 bertentangan dengan UU No 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.
UU tersebut menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
"Menurut pandangan kami, ini melanggar UU artinya melanggar induknya gitu loh. Ini kalau semua institusi seperti ini, KPU bikin aturan sendiri-sendiri, kacau ini negara," ujar Taufik.
Baca juga: Bawaslu Gelar Pleno Terkait Gugatan M Taufik kepada KPU DKI
Taufik sempat divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena merugikan uang negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Saat itu, pria yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu tengah menjadi Ketua KPU DKI Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.