JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta kembali menggelar sidang adjudikasi penyelesaian sengketa Pemilu antara politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik dan KPU DKI Jakarta, Kamis (23/8/2018).
Agenda persidangan yang digelar di Kantor Bawaslu DKI Jakarta pada Kamis ini adalah pembuktian kedua belah pihak.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh Komisioner Bawaslu DKI Jakarta Puadi tersebut, masing-masing pihak menunjukkan sejumlah dokumen sebagai pendukung argumennya.
Baca juga: Kuasa Hukum Taufik Yakin 1.000 Persen Menang Lawan KPU DKI
Sekretaris Lembaga Advokasi Gerindra DPD DKI Jakarta Mohamad Taufiqurrahman selaku kuasa hukum Taufik menyampaikan, pihaknya menunjukkan dokumen aturan-aturan yang bertentangan dengan Peraturan KPU No 20 Tahun 2018.
"Bukti-bukti yang kami ajukan sesungguhnya bersifat normatif di mana kami mengajukkan aturan-aturan yang secara jelas bertentangan dengan pemberlakuan Pasal 4 Ayat 3 yang diterapkan KPUD," kata Taufqirurrahman seusai sidang.
Pihaknya juga melampirkan sejumlah dokumen persyaratan pencalonan yang sebelumnya telah dikumpulkan kepada KPU DKI Jakarta.
Sementara itu, Komisioner KPU DKI Jakarta Nurdin menyatakan, bukti-bukti yang diserahkan pihaknya antara lain Peraturan KPU No 5 Tahun 2018, sejumlah surat edaran yang diterbitkan KPU, dan dokumen tekait tahapan pencalonan legislatif.
"Kami menyerahkan surat edaran dari KPU RI terkait dengan informasi dan imbauan untuk memberlakukan caleg yang terpidana korupsi, bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak apabila sudah inkrach, sudah ada putusannya maka yang sebelumnya BMS (belum memenuhi syarat) menjadi TMS (tidak memenuhi syarat)," kata Nurdin.
Baca juga: KPU DKI Pastikan Sudah Bekerja Sesuai Prosedur Saat Coret Nama Taufik
Sidang yang dimulai pukul 10.22 WIB itu selesai sekira pukul 12.00 WIB dan akan dilanjutkan pada Jumat (24/8/2018) besok dengan agenda pemeriksaan saksi ahli.
Sidang digelar atas gugatan Taufik terhadap KPU lantaran ia tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon legislatif pada Pemilu 2019.
Taufik dianggap TMS karena berdasarkan Peraturan KPU No 20 Tahun 2018, seorang mantan narapidana kasus korupsi seperti dia tidak dapat mencalonkan diri pada pileg.
Sementara itu, menurut Taufik, PKPU 20 Nomor 20 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU No 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.
UU tersebut menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Adapun Taufik divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Saat itu, pria yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu menjadi Ketua KPU DKI Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.