Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ahli Heran Gerindra Ajukan Taufik Dalam DCS tapi Lampirkan Pakta Integritas

Kompas.com - 24/08/2018, 16:35 WIB
Ardito Ramadhan,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menjadi saksi ahli kedua yang diajukan KPU DKI Jakarta, dalam sidang ajudikasi penyelesaian sengketa proses Pemilu antara KPU DKI dan politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik.

Donal mempertanyakan keputusan Gerindra yang melampirkan pakta integritas atau formulir B3, namun di sisi lain mengajukan nama Taufik dalam Daftar Calon Sementara (DCS).

"Di sini yang menurut saya ambigu, di satu sisi menandatangani form B3, tapi di satu sisi memasukkan nama yang sebenarnya bertentangan dengan pakta integritasnya," kata Donal, dalam persidangan di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Jumat (24/8/2018).

Form B3 atau pakta integritas adalah salah satu dokumen yang mesti dikumpulkan partai politik untuk memastikan calon-calon legislatifnya tak pernah menjadi narapidana kasus bandar narkoba, korupsi, dan kejahatan seksual terhadap anak.

Baca juga: Sidang Ajudikasi Taufik, Saksi Ahli Sebut KPU DKI Hanya Mengikuti Peraturan

Donal menilai, langkah tersebut bukan hanya bertentangan dengan Peraturan KPU melainkan juga bertentangan dengan upaya pencegahan yang dilakukan Bawaslu RI.

"Saya membaca langkah Bawaslu RI yang mendatangi partai-partai ini kan bagian dari pencegahan. Tetapi, kalau pencegahan dilakukan oleh Bawaslu RI tapi nama tetap dimasukkan, ya penindakan dilakukan oleh KPU," tutur Donal.

Donal mengaku, telah bertemu sejumlah sekretaris jenderal partai politik yang menurutnya menaati pakta integritas tersebut.

"Mereka secara kepartaian punya komitmen dan menyebarkan surat edaran untuk mengganti caleg-caleg yang mantan narapidana korupsi," ujar Donal.

Pernyataan Donal tersebut menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Komisioner KPU DKI Jakarta selaku termohon mengenai keputusan KPU DKI yang menetapkan Taufik tidak memenuhi syarat (TMS).

Taufik dianggap TMS karena berdasarkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, seorang mantan narapidana kasus korupsi seperti dia tidak dapat mencalonkan diri pada pileg.

Baca juga: KPU DKI Ajukan Titi Anggraini dan Feri Amsari Jadi Saksi Ahli Ajudikasi

Sementara itu, menurut Taufik, PKPU 20 Nomor 20 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.

UU tersebut menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Adapun Taufik divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004, karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.

Saat itu, pria yang kini menjabat sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta itu menjadi ketua KPU DKI Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dishub DKI: 80 Persen Pemudik Sudah Pulang, Lalu Lintas Jakarta Mulai Padat

Dishub DKI: 80 Persen Pemudik Sudah Pulang, Lalu Lintas Jakarta Mulai Padat

Megapolitan
Wanita di Jaksel Sempat Cekcok dengan Kekasih Sebelum Gantung Diri

Wanita di Jaksel Sempat Cekcok dengan Kekasih Sebelum Gantung Diri

Megapolitan
Perempuan di Jaksel Bunuh Diri Sambil 'Live' Instagram

Perempuan di Jaksel Bunuh Diri Sambil "Live" Instagram

Megapolitan
Alibi Pejabat Dishub DKI Pakai Mobil Dinas ke Puncak: Jenguk Teman yang Sakit

Alibi Pejabat Dishub DKI Pakai Mobil Dinas ke Puncak: Jenguk Teman yang Sakit

Megapolitan
Pejabat Dishub DKI Dicopot Usai Pakai Mobil Dinas ke Puncak dan Buang Sampah Sembarangan

Pejabat Dishub DKI Dicopot Usai Pakai Mobil Dinas ke Puncak dan Buang Sampah Sembarangan

Megapolitan
Cerita Porter Berusia 73 Tahun di Terminal Kampung Rambutan: Kadang Makan Nasi Cabai Saja...

Cerita Porter Berusia 73 Tahun di Terminal Kampung Rambutan: Kadang Makan Nasi Cabai Saja...

Megapolitan
Heru Budi Pastikan ASN Pemprov DKI Bolos Usai Libur Lebaran Akan Disanksi Tegas

Heru Budi Pastikan ASN Pemprov DKI Bolos Usai Libur Lebaran Akan Disanksi Tegas

Megapolitan
Heru Budi: Pemprov DKI Tak Ada WFH, Kan Sudah 10 Hari Libur...

Heru Budi: Pemprov DKI Tak Ada WFH, Kan Sudah 10 Hari Libur...

Megapolitan
Mulai Bekerja Usai Cuti Lebaran, ASN Pemprov DKI: Enggak Ada WFH

Mulai Bekerja Usai Cuti Lebaran, ASN Pemprov DKI: Enggak Ada WFH

Megapolitan
Suami di Jaksel Terjerat Lingkaran Setan Judi 'Online' dan Pinjol, Istri Dianiaya lalu Ditinggal Kabur

Suami di Jaksel Terjerat Lingkaran Setan Judi "Online" dan Pinjol, Istri Dianiaya lalu Ditinggal Kabur

Megapolitan
Jalan Gatot Subroto-Pancoran Mulai Ramai Kendaraan, tapi Masih Lancar

Jalan Gatot Subroto-Pancoran Mulai Ramai Kendaraan, tapi Masih Lancar

Megapolitan
KRL Jabodetabek Gangguan di Manggarai, Rute Bogor-Jakarta Terhambat

KRL Jabodetabek Gangguan di Manggarai, Rute Bogor-Jakarta Terhambat

Megapolitan
Menikmati Hari Libur Terakhir Lebaran di Ancol Sebelum Masuk Kerja

Menikmati Hari Libur Terakhir Lebaran di Ancol Sebelum Masuk Kerja

Megapolitan
Jalan Sudirman-Thamrin Mulai Ramai Kendaraan Bermotor, tapi Masih Lancar

Jalan Sudirman-Thamrin Mulai Ramai Kendaraan Bermotor, tapi Masih Lancar

Megapolitan
KRL Jabodetabek Mulai Dipadati Penumpang, Sampai Berebut Saat Naik dan Turun

KRL Jabodetabek Mulai Dipadati Penumpang, Sampai Berebut Saat Naik dan Turun

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com