JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menjadi saksi ahli kedua yang diajukan KPU DKI Jakarta, dalam sidang ajudikasi penyelesaian sengketa proses Pemilu antara KPU DKI dan politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik.
Donal mempertanyakan keputusan Gerindra yang melampirkan pakta integritas atau formulir B3, namun di sisi lain mengajukan nama Taufik dalam Daftar Calon Sementara (DCS).
"Di sini yang menurut saya ambigu, di satu sisi menandatangani form B3, tapi di satu sisi memasukkan nama yang sebenarnya bertentangan dengan pakta integritasnya," kata Donal, dalam persidangan di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Jumat (24/8/2018).
Form B3 atau pakta integritas adalah salah satu dokumen yang mesti dikumpulkan partai politik untuk memastikan calon-calon legislatifnya tak pernah menjadi narapidana kasus bandar narkoba, korupsi, dan kejahatan seksual terhadap anak.
Baca juga: Sidang Ajudikasi Taufik, Saksi Ahli Sebut KPU DKI Hanya Mengikuti Peraturan
Donal menilai, langkah tersebut bukan hanya bertentangan dengan Peraturan KPU melainkan juga bertentangan dengan upaya pencegahan yang dilakukan Bawaslu RI.
"Saya membaca langkah Bawaslu RI yang mendatangi partai-partai ini kan bagian dari pencegahan. Tetapi, kalau pencegahan dilakukan oleh Bawaslu RI tapi nama tetap dimasukkan, ya penindakan dilakukan oleh KPU," tutur Donal.
Donal mengaku, telah bertemu sejumlah sekretaris jenderal partai politik yang menurutnya menaati pakta integritas tersebut.
"Mereka secara kepartaian punya komitmen dan menyebarkan surat edaran untuk mengganti caleg-caleg yang mantan narapidana korupsi," ujar Donal.
Pernyataan Donal tersebut menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Komisioner KPU DKI Jakarta selaku termohon mengenai keputusan KPU DKI yang menetapkan Taufik tidak memenuhi syarat (TMS).
Taufik dianggap TMS karena berdasarkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, seorang mantan narapidana kasus korupsi seperti dia tidak dapat mencalonkan diri pada pileg.
Baca juga: KPU DKI Ajukan Titi Anggraini dan Feri Amsari Jadi Saksi Ahli Ajudikasi
Sementara itu, menurut Taufik, PKPU 20 Nomor 20 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu.
UU tersebut menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Adapun Taufik divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004, karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Saat itu, pria yang kini menjabat sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta itu menjadi ketua KPU DKI Jakarta.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.