Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Ahli Sebut Sidang Ajudikasi Bukan untuk Bahas Keabsahan Peraturan KPU

Kompas.com - 24/08/2018, 18:18 WIB
Ardito Ramadhan,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang ajudikasi penyelesaian sengketa proses Pemilu antara Politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik dan KPU DKI Jakarta dinilai bukan forum yang tepat untuk menguji kewenangan KPU saat menetapkan Taufik tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai caleg.

Direktur Perludem Titi Anggraini, saksi ahli yang diajukan oleh KPU DKI Jakarta menyatakan, kewenangan KPU yang diatur dalam Peraturan KPU No 20 Tahun 2018 mestinya diuji di tingkat Mahkamah Agung, bukan sidang ajudikasi Bawaslu.

"Yang punya legitimasi itu berwenang atau tidak mengatur soal larangan menyertakan mantan narapidana korupsi hanya bisa dikeluarkan oleh Mahkamah Agung," kata Titi dalam persidangan dalam persidangan di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Jumat (24/8/2018).

Baca juga: Sidang Ajudikasi Taufik, Saksi Ahli Sebut KPU DKI Hanya Mengikuti Peraturan

Titi menuturkan, sidang ajudikasi semestinya membahas kesesuaian mekanisme dan prosedur yang diterapkan oleh KPU dengan yang ada dalam UU dan Peraturan KPU.

Ia pun mengingatkan Bawaslu agar tidak melampaui kewenangannya. Sebab, menurutnya keabsahan dan kesesuaian Peraturan KPU No 20 Tahun 2018 dengan Undang-undang mestinya diuji lewat Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi.

"Selama putusan pengadilan menyatakan hal sebaliknya, dalam hal ini Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi. Maka Bawaslu tidak boleh mengabaikan Peraturan KPU No 20 Tahun 2018," ujar Titi.

Sementata itu, kuasa hukum Taufik, Yupen Hadi menyatakan, pihaknya sudah mengajukan gugatan terkait PKPU 20 Tahun 2018 ke Mahkamah Agung namun tidak menemui titik terang.

"Yang kami yakini, kalau saat ini tidak diputus oleh Bawaslu, terus siapa lagi? Semua pihak sudah mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung tapi Mahkamah Agung tidak hadir," kata Yupen.

Baca juga: Sidang Ajudikasi Taufik, Saksi Ahli Sebut KPU DKI Hanya Mengikuti Peraturan

Yupen mengeluhkan lambatnya respons Mahkamah Agung dalam memproses gugatan tersebut. Ia menyebut MA tidak sensitif dalam memproses gugatan.

Dalam persidangan, kuasa hukum Taufik beberapa kali menanyakan kewenangan KPU dalam PKPU No 20 Tahun 2018 yang dinilai bertentangan dengan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Apa kendalanya? Kami tidak tahu secara pasti. Namun menurut kami MA harus segera membuat putusan terhadap judicial review yang diajukan banyak pihak itu," kata Yupen.

Taufik dianggap TMS karena berdasarkan Peraturan KPU No 20 Tahun 2018, seorang mantan narapidana kasus korupsi seperti dia tidak dapat mencalonkan diri pada pileg.

Sementara itu, menurut Taufik, PKPU 20 Nomor 20 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

UU tersebut menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Adapun Taufik divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.

Saat itu, pria yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu menjadi Ketua KPU DKI Jakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Megapolitan
Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Megapolitan
Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com