JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) disebut menghakimi ketika menganggap eks narapidana korupsi tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota legislatif dalam Pemilu 2019.
Hal tersebut disampaikan Pakar Hukum Pidana Chairul Huda ketika menjadi saksi ahli dalam sidang ajudikasi penyelesaian sengketa proses pemilu antara politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik dan KPU DKI Jakarta.
Ia mengatakan, pencabutan hak-hak bagi seorang narapidana bukan wewenang KPU lewat Peraturan KPU, melainkan wewenang pengadilan.
Baca juga: Sidang Ajudikasi Taufik, Saksi Ahli Sebut PKPU Tidak Bisa Batasi Hak Orang
"Tidak ada satu lembaga pun yang boleh mengurangi hak orang memilih atau dipilih itu kecuali pengadilan," kata Chairul dalam persidangan di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Jakarta Utara, Senin (27/8/2018).
Khairul pun menyebut KPU telah bertindak seolah-olah menjadi pengadilan ketika menjegal pencalonan eks napi korupsi.
"Katakanlah KPUD mengurangi hak orang untuk dipilih maka KPU sudah playing judgement, bertindak seolah-olah menjadi pengadilan," ujarnya.
Baca juga: Sidang Ajudikasi Taufik, Lolosnya Pencalonan 3 Eks Napi Korputor di Daerah Dinilai Bikin Kacau
Ia menyebut, pencabutan hak oleh pengadilan pun tidak bersifat permanen.
Pencabutan hak, kata Chairul, hanya berlaku selama masa pidana berlangsung.
Chairul menambahkan, setelah narapidana bebas maka setiap hak-haknya akan pulih kembali, termasuk hak untuk dipilih dan memilih.
Baca juga: Saksi Ahli Sidang Ajudikasi Taufik: PKPU Nomor 20 Bukan Cabut Hak Politik
"Tujuan pemasyarakatan itu menyiapkan orang kembali ke masyarakat menjadi masyarakat yang bebas, bertanggung jawab, dan bisa berpartisipasi dengan baik," ujar Taufik.
Sebelumnya, Taufik dianggap tidak memenuhi syarat (TMS) karena berdasarkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, seorang mantan narapidana kasus korupsi seperti dia tidak dapat mencalonkan diri pada pileg.
Sementara itu, menurut Taufik, PKPU Nomor 20 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca juga: Saksi Ahli Sebut Sidang Ajudikasi Bukan untuk Bahas Keabsahan Peraturan KPU
UU tersebut menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Adapun, Taufik divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Saat itu, pria yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta itu menjadi Ketua KPU DKI Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.