JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Rissalwan Habdy Lubis mengatakan, warga yang menjadi korban aksi premanisme takut melapor karena kurangnya peran aparat di lingkungan mereka.
Mereka takut melapor karena merasa tidak ada yang melindungi mereka.
"Masyarakat mungkin akan berani mengadu ketika polisi lebih sering terlihat misalnya, Satpol PP, siapa pun yang memang punya kewenangan, itu lebih sering terlihat di tengah masyarakat, ada di antara pasar, dan lain-lain," ujar Rissalwan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (28/8/2018).
Baca juga: Pengamat: Aksi Premanisme Terjadi karena Orang Tak Punya Pekerjaan
Rissalwan menyampaikan, para pelaku premanisme itu justru lebih dekat dan sering memalak warga.
Jika warga melapor, para preman akan mengetahuinya dan melakukan tindakan tidak diinginkan.
"Kalau ngadu, itu sama aja menyerahkan diri. Misalnya pedagang pasar, dia ngadu, ketahuan (preman), habislah dia," kata Rissalwan.
Baca juga: Pemilik Ruko di Cengkareng Wajib Setor ke Preman Rp 350.000 Sebulan
Dibandingkan mengimbau masyarakat untuk tidak takut melaporkan aksi premanisme, Rissalwan menyebut lebih baik mengingatkan aparat yang berwenang untuk lebih dekat dengan masyarakat.
Dengan demikian, masyarakat akan merasa aman dan berani melaporkan aksi-aksi premanisme.
"Imbauan saya bukan ke masyarakat, justru ke aparat keamanan yang harusnya itu menjadi tanggung jawab dia untuk lebih dekat dengan masyarakat, memberikan rasa aman. Jangan sampai itu tergantikan dengan uang keamanan," ucapnya.
Menurut Rissalwan, saat ini kebanyakan masyarakat menggantungkan rasa aman pada uang keamanan. Masyarakat "rela" membayar uang keamanan kepada preman, asal tak diganggu. Hal seperti ini terjadi karena kurangnya peran aparat keamanan yang berwenang.
"Peran aparat sangat kurang kalau menurut saya karena rasa aman tadi sudah tergantikan dengan uang keamanan. Harusnya rasa aman itu tidak dibayar," kata Rissalwan.
Baca juga: Preman di Cengkareng Peras Pemilik Ruko hingga Rp 24 Juta
"Tapi ketika dia udah ngerasa enggak aman, kalau dia ngadu, berarti dia mencari masalah, lebih baik ya sudah, bayar saja, dikompensasilah dengan uang keamanan tadi kepada orang yang enggak jelas," tambah dia.
Baru-baru ini, kasus pemerasan uang di kompleks Ruko Seribu Cengkareng, Jakarta Barat, yang dilakukan preman berkedok sekuriti terungkap.
Para preman menuntut pemilik ruko membayar denda. Jika tidak dapat membayar, preman akan merusak bangunan ruko dengan alasan masalah perizinan.
Warga dan para pemilik ruko sudah tahu soal adanya preman yang memeras. Namun, mereka memilih diam untuk menghindari masalah dengan para preman itu.
Keberadaan preman itu juga telah meresahkan warga. Namun, mereka tidak mempunyai pilihan selain menuruti kemauan preman-preman itu.
Setelah ada warga yang berani melapor, Polres Metro Jakarta Barat akhirnya menangkap tujuh orang yang sering melakukan pemerasan di sana, Jumat (24/8/2018).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.