JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Politkus Partai Gerindra Mohamad Taufik, Yupen Hadi, mengkritik Mahkamah Agung meski kliennya sudah diloloskan sebagai bakal calon anggota legislatif oleh Bawaslu DKI Jakarta.
Yupen mengatakan, Mahkamah Agung absen dalam memberikan kepastian hukum mengenai pertentangan antara Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Sekali lagi saya sampaikan, bahwa Mahkamah Agung absen dalam memberikan kepastian hukum pada saat ini," kata Yupen, seusai persidangan di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Jumat (31/8/2018).
Yupen mengatakan, pihaknya telah melayangkan gugatan ke MA mengenai pertentangan hukum antara Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 dan UU Nomor 7 Tahun 2017, tetapi belum menemukan titik terang.
Baca juga: Bawaslu DKI Loloskan M Taufik Jadi Bakal Caleg
"Mahkamah Agung bersembunyi di balik aturan undang-undang induknya sedang diperiksa, sehingga mereka tidak memberikan kepastian hukum," ujar dia.
Oleh karena itu, ia pun mengapresiasi Bawaslu DKI Jakarta yang telah cepat memberikan putusan hukum terkait pencalonan Taufik yang sempat terjegal oleh Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018.
"Mereka (Bawaslu DKI Jakarta) sedang melakukan tugasnya dengan sangat baik, yaitu melakukan penegakkan hukum," kata Yupen, menambahkan.
Siang tadi, Bawaslu DKI Jakarta mengabulkan permohonan Taufik dan menyatakan Taufik memenuhi syarat sebagai bakal calon anggota DPRD DKI Jakarta pada Pemilihan Legislatif 2019.
Bawaslu pun memerintahkan KPU DKI Jakarta untuk melaksanakan putusan tersebut.
Baca juga: Taufik Menang di Bawaslu, KPU DKI Akan Konsultasi dengan KPU RI
Sebelumnya, Taufik dianggap tidak memenuhi syarat sebagai caleg karena berdasarkan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, seorang mantan narapidana kasus korupsi seperti dia tidak dapat mencalonkan diri pada pileg.
Sementara itu, menurut Taufik, PKPU 20 Nomor 20 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
UU tersebut menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Adapun Taufik divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004, karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta, dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Saat itu, pria yang kini menjabat sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta itu menjadi ketua KPU DKI Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.