JAKARTA, KOMPAS.com — Tahapan Pemilihan Anggota Legislatif 2019 di Provinsi DKI Jakarta diwarnai adu kuat antara Komisi Pemilihan Umum DKI dan Ketua DPD Partai Gerindra DKI Mohamad Taufik.
Sumber perseteruan antara keduanya adalah Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif.
Dalam PKPU itu, mantan narapidana korupsi dilarang ikut dalam proses pileg. Taufik sebagai orang yang menyandang status itu terjegal dengan aturan tersebut.
Benar saja, saat pengumuman daftar calon sementara, KPU DKI menetapkan Taufik tidak memenuhi syarat sebagai bakal calon anggota legislatif DPRD DKI Jakarta.
Adu kuat pun dimulai. Taufik menggugat KPU DKI melalui Badan Pengawas Pemilu DKI Jakarta.
Berikut fakta-faktanya:
1. Taufik menang
Rangkaian sidang ajudikasi atas gugatan Taufik di Bawaslu akhirnya sampai pada putusan akhir. Bawaslu membuat kesimpulan bahwa Taufik memenuhi syarat sebagai bakal calon anggota DPRD DKI Jakarta dalam Pemilu 2019.
Taufik merasa bersyukur dan berterima kasih kepada Bawaslu atas putusan itu.
"Saya mengapresiasi kerja Bawaslu yang tidak takut tekanan. Dia berpedoman dengan UU dan saya memang dari awal meyakini bahwa PKPU itu bertentangan dengan UU. Sesuatu yang bertentangan mestinya tidak boleh terjadi," kata Taufik di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Senin (3/9/2018).
Taufik memang menilai PKPU Nomor 20 Tahun 2018 bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
UU tersebut menyatakan, seorang eks narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
2. KPU DKI tak gubris putusan Bawaslu
Atas putusannya, Bawaslu DKI Jakarta memerintahkan KPU DKI Jakarta untuk melaksanakan putusan terhitung tiga hari setelah dibacakan. KPU DKI harus memasukkan nama Taufik ke dalam daftar calon anggota legislatif.
Namun, KPU DKI memilih berpedoman kepada KPU RI. Ketua KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos mengatakan, KPU RI telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 991 Tahun 2018.
Isinya, KPU di daerah diminta menunda keputusan mengenai bakal caleg eks napi korupsi itu sampai ada putusan Mahkamah Agung. Saat ini, proses uji materi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Legislatif di Mahkamah Agung masih berlangsung.
"Ada surat edaran KPU RI Nomor 991 Tahun 2018 bahwa kami diminta untuk menunda pelaksanaan putusan Bawaslu provinsi sampai keluar putusan uji materi MA terhadap Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018," ujar Betty.
Salah satu pihak yang mengajukan peninjauan kembali atas PKPU Nomor 20 Tahun 2018 adalah Taufik juga.
3. Taufik ancam gugat lagi
Sebelum KPU DKI mengutarakan keputusannya untuk menunda putusan, Taufik sudah ancang-ancang menentukan sikap. Dia tidak akan tinggal diam jika KPU DKI tidak melaksanakan putusan Bawaslu.
Menurut dia, undang-undang juga mengatur bahwa lembaga KPU wajib menjalankan putusan Bawaslu. Jika KPU DKI berkeras, Taufik mengaku tidak akan capek menggugat lagi.
"Dalam UU Pemilu, keputusan Bawaslu itu wajib dilaksanakan oleh KPU. Kalau enggak melaksanakan, ya kami gugat lagi ke perdata ke DKPP, terus saja kami gugat," ujar Taufik.
Bagi Taufik, ada tujuan tersendiri di balik sikapnya yang pantang mundur menentang KPU DKI. Dia ingin mengingatkan kepada KPU bahwa sikap yang mereka buat melanggar hak seseorang. Selain itu, juga bertentangan dengan undang-undang.
Taufik mengatakan, gugatan-gugatan ini lebih dari sekadar berjuang untuk bisa ikut pileg.
"Saya menggugat bukan sekadar untuk bisa ikut pileg. Mengapa saya gugat? Supaya lembaga ini jangan semena-mena, harus taat hukum," ujar Taufik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.