JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pengusaha hiburan malam Arifin Widjaja (Pepen) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penipuan atau pemalsuan surat dan atau memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik.
Kasubdit Jatanras Polda Metro Jaya AKBP Jeri Reymon mengatakan, Pepen ditetapkan tersangka setelah sebelumnya diperiksa sebagai saksi.
"Sudah ditetapkan tersangka. Dulunya dia hanya saksi," ujar Jeri saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (10/9/2018).
Baca juga: Biro Perjalanan My Jannah Bantah Lakukan Penipuan Dana Jemaah Umrah
Jeri mengatakan, saat ini Pepen belum ditahan.
Kondisi ini berbeda dengan dua tersangka lain yaitu Ahmad Asnawi (Sam) dan Martianis, seorang notaris, yang telah ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya.
Ia mengatakan, Pepen bersikap kooperatif kepada pihak kepolisian.
Baca juga: Menpan-RB Ingatkan Masyarakat Waspada Penipuan Seleksi CPNS
"Jadinya kami akan langsung melimpahkan berkas (perkara) ke kejaksaan," katanya.
Jery menjelaskan penetapan Pepen dan dua orang lainnya sebagai tersangka bermula dari laporan Hengki Lohanda pada 5 April 2017.
Ia mengatakan, Pepen selaku pihak penjual terlibat jual beli tanah seluas 53 hektar di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, dan Hengki sebagai pihak pembeli.
Pada 27 Februari 2017, dilakukan penandatanganan akta pengikatan jual beli di Kantor Notaris Martianis.
Baca juga: Lagi, Agen Tur My Jannah Dilaporkan ke Polisi Atas Dugaan Penipuan Umrah
Namun, lanjut dia, Pepen tidak pernah menunjukkan surat-surat kepemilikan tanah dengan alasan surat-surat itu telah diserahkan ke notaris, dalam hal ini Martianis.
Pepen baru menunjukkan surat kepemilikan setelah pembeli melunasi seluruh harga jual beli tanah.
Kemudian dilakukan tanda tangan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di kantor notaris yang berisi pembeli akan melakukan pembayaran uang muka 30 persen dari total harga jual beli tanah.
Baca juga: Polisi: Memanipulasi Pelat Nomor Kendaraan Bisa Dijerat Pasal Penipuan
Namun, lanjut dia, Hengki meminta Pepen mengurus Nomor Identifikasi Bidang (NIB) tanah di Badan Pertahahanan Nasional (BPN).
Alasannya, tanah tersebut belum memiliki sertifikat.