JAKARTA, KOMPAS.com - Kampung Teko atau dikenal dengan sebutan Kampung Apung berada di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat.
Dinamakan Kampung Apung karena kawasan seluas 3 hektar dan dihuni sekitar 200 Kepala Keluarga (KK) itu berada di atas air, sehingga seolah-olah mengapung.
Djuhri, tokoh masyarakat Kampung Apung mengungkapkan, nama Kampung Apung telah menjadi branding kawasan itu sejak diberitakan oleh media cetak maupun online.
60 tahun sudah pria itu menetap di Kampung Apung. Dia menjadi saksi perubahan yang terjadi pada kawasan tersebut.
Dulunya, kata Djuhri, kawasan Kampung Apung adalah wilayah asri layaknya kawasan Pondok Indah.
Baca juga: Cerita Pasukan Oranye Bersihkan Kampung Apung, Gatal-gatal dan Gunakan Jangkar
Warga suka menghabiskan waktu luang untuk berkumpul di sebelah permakaman.
Sebuah tanah lapang di tengah perkampungan, lanjut dia, biasa digunakan warga untuk bermain bulu tangkis atau sepak bola.
"Kampung ini begitu indah dan asri seperti Pondok Indah lah, khususnya tahun 80-an. Ada pemakaman umum yang letaknya lebih tinggi dari pemukiman warga dan sawah produktif di belakang kampung. Tapi, semua berubah seperti ini sejak ada pembangunan dari pihak pengembang," ujar Djuhri, kepada Kompas.com, Rabu (12/9/2018).
Ia mengungkapkan, pada tahun 1988, ada pembangunan kompleks pergudangan dari pihak pengembang di sekitar Kampung Apung.
Pembangunan itu membuat daerah resapan air untuk irigasi sawah produktif milik warga dan saluran air menuju Kali Angke, harus ditimbun.
Akibatnya, perkampungan warga mulai tergenang secara perlahan hingga saat ini.
"Akibat proses pembangunan tadi (kompleks pergudangan), perlahan-lahan kampung kita jadi banjir. Puncaknya dari tahun 1990 hingga saat ini karena saluran air itu diuruk," kata dia.
Kompas.com mencoba menelusuri Kampung Apung. Sebuah jembatan menjadi akses ke dalam kampung yang berjarak 50 meter dari Jalan Kapuk Raya, Cengkareng, itu.
Saat memasuki kawasan kampung, genangan air berwarna hijau dengan tumpukan sampah di atasnya seketika menyambut.
Baca juga: Berkat Pasukan Oranye, Kampung Apung Bersih dari Sampah dan Eceng Gondok
Kendati demikian, tidak tercium bau menyengat seperti genangan air kotor pada umumnya. Rumah-rumah warga pun tampak berdiri kokoh di atas air dengan fondasi kayu.
Rumah di dalam kampung ini tampak dibangun berdempetan.
Di ujung kampung, terdapat toilet umum yang digunakan warga untuk buang air besar dan mandi dengan menggunakan air yang dipompa dari sumur.
Sumur tersebut berada tepat di depan toilet umum, dan sedang tergenang air. Ada pula bangunan bekas penangkaran lele yang telah ditumbuhi enceng gondok dan tergenang air.
Sementara, mushala yang terletak di tengah-tengah kawasan penduduk itu menjadi tempat berkumpulnya warga untuk beribadah, atau sekadar menghabiskan waktu bersama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.