JAKARTA, KOMPAS.com - Para pengemudi transportasi online yang tergabung dalam Gerakan Hantam Aplikasi Nakal (Gerhana) mendemo dua perusahaan aplikasi transportasi yang beroperasi di Indonesia, Grab dan Go-Jek, pada pekan ini. Sebagian besar mereka adalah pengemudi kendaraan roda empat.
Mereka mendemo Grab pada Senin (10/9/2018) di kantor Grab Indonesia di Gedung Lippo Kuningan, Jakarta Selatan. Unjuk rasa yang dilakukan komunitas Gerhana sempat diwarnai kekacauan. Massa aksi emosi karena tak dipertemukan dengan Managing Direktur Grab Ridzki Kramadibrata. Mereka juga beberapa kali terprovokasi hingga sempat dipukul mundur oleh polisi.
Mereka kemudian mendemo Go-Jek pada Rabu kemarin di kantor Go-Jek di Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan. Demo di kantor Go-Jek berjalan kondusif dan hanya berlangsung kurang lebih tiga jam.
Dedi Heriyantoni, perwakilan massa Gerhana menyatakan ada empat hal yang mereka tuntut.
"Tuntutan para pengemudi daring kali ini adalah menagih janji aplikator, menolak keras aplikator menjadi perusahaan transportasi, menolak keras eksploitasi terhadap driver online, dan menolak keras kartelisasi dan monopoli bisnis transportasi online," kata Dedi, Senin.
Baca juga: Tanggapan Grab atas Unjuk Rasa Pengemudi
Dedi mengatakan, sehari-hari banyak pengendara yang mendapat hukuman atas peraturan perusahaan yang menurut mereka sepihak.
Selain itu, saat ini para pengemudi daring individu sulit mendapatkan order atau orderan anyep karena adanya priority bidding atau prioritas pemberian order kepada pihak-pihak tertentu.
Menurut dia, priority bidding jelas-jelas melanggar Undang-Undang Anti-Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yakni UU No 5 Tahun 1995. Dedi mengatakan, priority bidding itu tidak hanya diberikan kepada pengemudi khusus, tetapi juga diberikan kepada pengemudi taksi konvensional yang memiliki tarif lebih tinggi daripada transportasi daring.
Dedi meminta, jika perusahaan aplikasi tak memenuhi tuntutan untuk menyejahterakan para pengemudi dan menjalankan kemitraan yang setara, pemerintah sebaiknya menutup perusahaan itu.
"Dengan diusirnya para aplikasi nakal, kami akan meminta pemerintah membangun aplikasi pemesanan transportasi daring yang berazaskan keadilan bagi kami semua pelaku usaha transportasi, khususnya kami para pengemudi daring individu," ujar Dedi.
Manajer Humas Grab Dewi Nuraini menyatakan, pihaknya menghargai setiap aspirasi dan masukan dari mitra pengemudi selama masukan itu disampaikan secara damai dan masih dalam koridor hukum.
Ia mempermasalahkan aksi yang tak mengantongi izin dari Polda Metro Jaya. Begitu juga status massa aksi dari Gerhana yang telah di-suspend karena terindikasi melakukan kecurangan yang merugikan penumpang dan mitra pengemudi lainnya.
Baca juga: Setelah Grab, Giliran Go-Jek Didemo Mitra Pengemudinya
Dewi juga menyampaikan, manajemen Grab Indonesia mengaku berkomunikasi secara reguler dengan komunitas mitra pengemudi, termasuk melalui berbagai pertemuan.