JAKARTA, KOMPAS.com — Beberapa waktu terakhir ini, pengguna media sosial khususnya Twitter, diramaikan dengan istilah "Anak Jaksel" sebagai bahan candaan dan gurauan.
Istilah ini digunakan untuk menyebut kebiasaan anak-anak muda, dalam hal ini di Jakarta Selatan, yang berkomunikasi dengan campuran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
Sebenarnya model penggunaan bahasa yang seperti itu tidak hanya terjadi pada mereka yang berada di kawasan Jakarta Selatan. Namun, di bagian Jakarta yang lain, bahkan luar daerah seperti Surabaya, juga terjadi penggunaan bahasa seperti ini.
Namun, entah apa yang terjadi Anak Jaksel-lah yang pada akhirnya dilekatkan dengan fenomena ini.
Menurut Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia, Ivan Lanin, fenomena semacam ini sudah berlangsung sejak lama.
Ini bukan fenomena musiman yang baru saja terjadi sehingga keberadaannya akan tetap ada meski candaan "Anak Jaksel" sudah tidak lagi ramai diperbincangkan.
Adapun beberapa faktor yang diperkirakan melatarbelakangi fenomena "Anak Jaksel" adalah sebagai berikut.
Gaya berkomunikasi yang menggunakan lebih dari satu bahasa dalam satu kalimat dilakukan untuk membedakan diri dengan lingkungan dan orang lain. Ivan Lanin menyebut faktor ini sebagai latar belakang utama maraknya gaya bahasa "Anak Jaksel".
“Ditambah juga (mereka) merasa bahwa dengan dicampur-campur itu mungkin kelihatan lebih keren," kata Ivan melalui sambungan telepon, Kamis (13/9/2018) malam.
Apa ini disebabkan ada prestise tersendiri saat menggunakan kata dalam bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari?
"Saya pikir begitu (ada prestise tersendiri) walaupun saya juga tidak berani terlalu menuduh," ujarnya.
Candaan "Anak Jaksel", menurut Ivan, sebenarnya merujuk pada kebiasaan anak muda yang menggunakan bahasa campuran.
Istilah ini dikenal sebagai "code mixing", yang terjadi karena sejumlah orang di lingkungan itu melakukan hal yang sama.
"Dugaan saya sih kemungkinan itu karena mungkin terbiasa dengan teman-temannya. Terus melihat, 'Oh kayaknya enak nih kalau dicampur-campur seperti ini'," ujar Ivan.
Selain itu, Ivan juga menganggap bahwa kembalinya pelajar Indonesia dari luar negeri memberi sumbangsih tertentu terhadap perkembangan gaya bahasa ini.