JAKARTA, KOMPAS.com — PT MRT Jakarta bakal menggelar uji coba operasi penuh pada akhir Desember 2018 ini.
Awak media dari Balai Kota DKI Jakarta termasuk Kompas.com berkesempatan menjajalnya pada Senin (10/12/2018).
Berikut sejumlah perbedaan yang terlihat antara kereta moda raya terpadu (MRT) dengan KRL commuter line:
1. Jenis kereta
Kedati berasal dari pabrikan yang sama, yakni produsen kereta Nippon Sharyo, kereta yang digunakan MRT lebih baru dan modern.
KRL commuter line menggunakan seri Tokyo JR dan Tokyo Metro yang pertama diluncurkan di era 70-an dan digunakan di berbagai belahan dunia. Sementara MRT menggunakan kereta yang dibuat khusus untuk MRT Jakarta.
Baca juga: Merasakan 15 Menit Naik MRT dari Bundaran HI ke Lebak Bulus...
Satu kereta bisa memuat 200-300 penumpang dengan jumlah maksimal sekitar 1.800 penumpang untuk satu rangkaian kereta (enam kereta). Kecepatan rangkaian kereta MRT bisa mencapai 80 kilometer per jam di bawah tanah dan bisa meningkat hingga 100 kilometer per jam di permukaan tanah.
Kereta MRT Jakarta memiliki dimensi 20m x 2,9m x 3,9m untuk masing-masing gerbong kereta.
2. Kursi penumpang
Ketika pertama dikenalkan ke publik, kereta MRT sempat dikritik karena memiliki kursi seperti kopaja dan metro mini. Jika di KRL commuter line kursinya empuk dengan dudukan seperti sofa, dudukan kereta MRT berbahan fiber.
Warnanya biru seperti eksterior kereta. Ada tujuh tempat duduk di tiap deret. Satu rangkaian paling banyak memuat 50 kursi. Kursinya juga dipasang melayang dengan ruang di bawah sehingga penumpang bisa menaruh barangnya di bawah.
Di KRL commuter line, tiap atas deretan kursi ada rak besi untuk menaruh tas dan bawaan penumpang. Hal ini tidak akan ada di kereta MRT.
Tempat menaruh tas hanya ada di ujung depan dan belakang tiap rangkaian kereta. Tepatnya di atas bangku prioritas yang hanya tiga kursi setiap deretnya.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan, waktu tempuh yang begitu singkat membuat pihaknya merasa tak perlu memasang dudukan untuk tas.