Aman langsung membantah kesaksian Kurnia Widodo. Aman mengakui, banyak yang menjadikan materi ceramahnya sebagai rujukan. Namun, Aman mengatakan, hal itu bukan berarti dirinya pimpinan ISIS di Indonesia.
Baca juga: 7 Hal yang Memberatkan Aman Abdurrahman hingga Divonis Mati
Sanggahan Aman
Aman Abdurrahman membantah terlibat dalam lima kasus teror yang disebutkan jaksa dalam berkas tuntutan.
Pendiri Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu mengaku baru mengetahui kasus empat teror lainnya, selain bom Thamrin, saat diadili dalam persidangan.
Saat keempat aksi teror itu terjadi, Aman mengaku tengah diisolasi di Lapas Pasir Putih Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dan tidak bisa bertemu siapa pun.
Sementara untuk kasus bom Thamrin, Aman mengaku membaca berita teror tersebut dari salah satu media online di Indonesia.
"Kalau saya dikaitkan dengan tindakan Juhanda (pelaku teror bom Samarinda), maka itu sikap zalim dan pemaksaan kasus sebagaimana pada empat kasus yang lainnya," ujar Aman saat membacakan pleidoi dalam persidangan pada 25 Mei 2018.
Aman mengaku tidak pernah menyuruh orang melakukan teror, tetapi meminta murid-muridnya hijrah ke Suriah.
"Saya menganjurkan kepada murid-murid saya untuk hijrah ke Syam (Suriah). Sekitar lebih dari 1.000 murid saya sudah berada di sana," ucapnya.
Baca juga: Pembelaan Aman Abdurrahman: Instruksikan Murid Hijrah ke Suriah, Bukan Lakukan Teror...
Vonis mati untuk Aman
Pembelaan Aman tak beralasan dan ditolak seluruhnya oleh hakim. Vonis hukuman mati pun dijatuhkan kepadanya.
Aman bersujud ketika hakim membacakan vonis hukuman mati terhadap dirinya dalam sidang pada 22 Juni 2018.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman dengan pidana mati," ujar Ketua Majelis Hakim, Akhmad Jaini.
Aman dinyatakan terbukti menggerakkan orang lain untuk melakukan berbagai aksi terorisme melalui ajaran dan ceramah-ceramah yang dilakukannya.
Majelis hakim menilai Aman terbukti melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dakwaan kesatu primer.