Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Suparno, Pelayan Arsitek Masjid Istiqlal dan Jenderal Soeharto

Kompas.com - 07/01/2019, 14:13 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses pembangunan Masjid Istiqlal yang berlangsung 66 tahun silam masih melekat di memori Suparno (95).

Pria yang kerap disapa Mbah Parno itu dikenal sebagai pelayan Frederich Silaban, arsitek Masjid Istiqlal.

Mbah Parno lahir di Boyolali, Jawa Tengah sekitar 1923, di tanggal yang ia tak tahu persis. Setelah remaja, Mbah Parno merantau ke Purwakarta sebagai kuli di truk pasir.

Sekitar tahun 1952, Mbah Parno dan truk pasirnya menuju ke Jakarta melewati bekas Taman Wilhelmina yang berada di Timur Laut Lapangan Medan Merdeka. Di hamparan tanah luas itu, Mbah Parno melihat proyek.

Baca juga: Cerita Mbah Parno, Dapat Rumah Setelah 66 Tahun Mengabdi di Masjid Istiqlal

"Saya nengok 'Wah ada proyek nih', saya turun dan coba ikut. Kata mandornya 'Silakan, ini proyek besar butuh orang banyak sekali'," tutur Mbah Parno saat ditemui di rumahnya, Sabtu (7/1/2018) lalu.

Mbah Parno pun bergabung sebagai kuli di proyek pembangunan Istiqlal, masjid terbesar se-Asia Tenggara kala itu.

Pekerjaannya melelahkan, namun ia tak merisaukan tempat tinggal sebab ia bisa tidur di proyek.

Terpaksa jadi pelayan

Saat pemancangan tiang pertama oleh Presiden Soekarno pada 24 Agustus 1961, Mbah Parno bekerja sebagai kuli. Ia ingat sering bersalaman ketika Bapak Proklamator itu berkunjung.

"Pak Soekarno tanya saya asal mana, saya bilang dari Boyolali, dia tanya kok saya ke Jakarta, ya saya bilang untuk menyambung hidup. Dia bilang 'Oh ya sudah kerja yang baik, istirahat kalau capek, makan kalau lapar'," kenang Mbah Parno.

Belum lama menjadi kuli, suatu pagi sang mandor mengumumkan tengah membutuhkan satu orang untuk menjadi pelayan Silaban dan insinyur-insinyur yang membangun Istiqlal.

Dari ribuan kuli, tak ada yang mau menjadi pelayan.

"Pas lagi itu, saya tiduran di pohon kan capek habis ngaduk semen. Semua teman-teman nunjuk-nunjuk ke saya," kata Mbah Parno.

Parno pun dipanggil oleh mandor. Ia diminta menjadi pelayan dengan pekerjaan lebih ringan, namun upah lebih kecil.

Upah kuli sehari mencapai Rp 15, sementara pelayan atau pekerja administratif hanya Rp 5.

"Ditanya 'Benar mau ya? Nanti setelah masjid jadi diangkat loh jadi PNS', saya percaya enggak percaya, tapi tetap saya jalanin," ujar Parno.

Parno hafal betul seluk beluk Istiqlal. Dia bercerita, Istiqlal dibangun dengan material dalam negeri.

Semennya hanya menggunakan semen khusus dari Semen Gresik.

Mbah Parno bertugas menjaga semen yang diantar naik kereta agar tidak dicampur dengan kiriman semen lainnya di Stasiun Gambir.

"Hanya kubahnya yang dari Jerman," ujar Parno.

Mau ditembak Soeharto

Tak cuma upah yang lebih rendah yang membuat para kuli tak ada yang mau bekerja jadi pelayan para insinyur dan arsitek. Galaknya Frederich Silaban juga jadi salah satu sebab.

Namun, Mbah Parno sudah terlanjur mengambil kesempatan itu.

"Pak Silaban itu... Wah galak banget, (orang) Batak kan dia," kata Mbah Parno.

Namun menurut Mbah Parno, hanya dirinya yang bisa dipercaya sang arsitek.

Mbah Parno lah yang hafal kegemaran Frederich, mulai dari kopi, makan siang, bir, hingga martabak khas timur tengah di bilangan Harmoni.

Keduanya pun menjadi akrab. Keluarga Silaban bahkan pernah mencari Mbah Parno untuk mengucapkan terima kasih beberapa tahun lalu.

"Pernah sekali waktu saya bilang kalau saya mendoakan Pak Silaban masuk Islam. Dia tidak marah," kata Mbah Parno.

Baca juga: Ingin Selalu Dekat Istiqlal, Mbah Parno Tak Mau Tempati Rumah dari Kemenag

Selain sosok Silaban, Mbah Parno juga kerap melayani Panglima TNI kala itu, Jenderal Soeharto. Soeharto tak kalah galaknya dengan Silaban.

Mbah Parno bahkan mengaku pernah mau ditembak. Saat itu, Mbah Parno menyuguhi pisang ke meja Soeharto. Namun tak berapa lama, ajudan Soeharto memanggilnya.

"Saya dipanggil, dia pegang pistol, tanya 'Kamu mau ditembak?'," ujar Parno.

Parno saat itu hanya kebingungan lantaran tak tahu apa salahnya.

"Dia marah karena pisangnya rasanya sepat. Waktu beli di Pasar Baru kan saya beli saja pisang yang gede, pisang raja. Rupanya dia tidak suka," kata Parno.

Parno pun meminta maaf. Namun tak lama, Soeharto menghampiri dirinya untuk minta maaf. Soeharto mengaku hanya bercanda.

Jalan kaki dan bersyukur

Setelah menjadi kuli dan pelayan, Mbah Parno ditawari tetap bekerja di Istiqlal sebagai pengantar surat.

Setiap pagi, ia berjalan kaki dari kontrakan mungilnya di Gang Mangga, Kemayoran ke Masjid Istiqlal.

Untuk mengantar surat di Gedung Pos di Lapangan Banteng pun ia kerap berjalan kaki.

"Saya enggak mau naik angkutan umum. Sering diajak bareng sama orang Kemenag dan orang Setneg pun saya tidak mau. Lebih suka jalan kaki," kata Parno.

Baca juga: Olah Air Limbah, Masjid Istiqlal Bisa Hemat Rp 2 Miliar untuk Air Bersih

Seiring bertambahnya usia, pekerjaan Mbah Parno semakin mudah. Di hari tuanya, ia bekerja sesukanya mengatur saf salat. Ia bahkan tak perlu absen.

Tak ada dorongan lain yang membuat Mbah Parno betah bekerja puluhan tahun di Istiqlal selain ibadah.

Penghargaan berupa rumah yang diterimanya dari Kemenag pada Jumat (4/1/2019) lalu pun tak pernah diharapkannya.

"Kerja itu yang penting mental kuat. Jangan mencuri, jangan menipu. Selamat keluarga sehat, selamat, hidup cukup, itu sudah sangat bersyukur," kata Mbah Parno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

Megapolitan
Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Megapolitan
Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Megapolitan
Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Anggota DPRD Pertanyakan Besaran Anggaran Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI yang Capai Rp 22 Miliar

Megapolitan
Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik 'Saudara Frame' Tinggal di Lantai Tiga Toko

Tewas Terjebak Kebakaran, Keluarga Pemilik "Saudara Frame" Tinggal di Lantai Tiga Toko

Megapolitan
Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Kadis Dukcapil: 92.432 NIK Warga Jakarta Bakal Dinonaktifkan Awal Pekan Depan

Megapolitan
Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Sayur-mayur Membawa Berkah, Sarmini Bisa Menyekolahkan Anaknya hingga Sarjana

Megapolitan
Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Petugas Beberkan Sulitnya Padamkan Api yang Membakar Toko Bingkai Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Polisi Ungkap Ada Karyawan Semprot Bensin untuk Usir Rayap Sebelum Kebakaran Saudara Frame Mampang

Megapolitan
Warga DKI yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Warga DKI yang NIK-nya Dinonaktifkan Bisa Ajukan Keberatan ke Kantor Kelurahan

Megapolitan
Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Jasad 7 Korban Kebakaran Toko Bingkai di Mampang Dibawa ke RS Polri Kramatjati

Megapolitan
Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Polisi Tangkap 3 Orang Terkait Penemuan Jasad Perempuan di Dermaga Pulau Pari

Megapolitan
Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Nasib Apes Pria di Bekasi, Niat Ikut Program Beasiswa S3 Malah Ditipu Rp 30 Juta

Megapolitan
Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Tunduknya Pengemudi Fortuner Arogan di Hadapan Polisi, akibat Pakai Pelat Palsu Melebihi Gaya Tentara

Megapolitan
Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Cerita Eki Rela Nabung 3 Bulan Sebelum Lebaran demi Bisa Bagi-bagi THR ke Keluarga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com