KOMPAS.com — Dalam beberapa hari ke depan, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan segera mengakhiri masa hukuman dalam perkara penodaan agama.
Sebelumnya, Ahok divonis dua tahun penjara karena perbuatan penodaan agama yang terbukti dilakukannya saat melakukan kunjungan kerja pada 2016 di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.
Dirunut dari awal kejadiannya, berikut ini beberapa poin utama terkait kasus hukum yang menjerat Ahok, hingga masa-masa menjelang kebebasannya setelah menjalani masa tahanan.
Tuduhan penistaan agama mengemuka setelah rekaman pidato kunjungan kerja Ahok di hadapan masyarakat Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, 27 September 2016.
Salah satu kalimat dalam pidatonya dianggap menodai agama karena ia membawa salah satu ayat dalam Al Quran yang kemudian diartikan menghina.
"Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, enggak pilih saya karena dibohongi pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa enggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh enggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu," kata Ahok.
Baca juga: Mengapa Ahok Mengutip Surat Al-Maidah Ayat 51?
Pernyataan Ahok tentang Surat Al Maidah yang itu mendapat kecaman, sebab Ahok menganggap ayat Al Quran digunakan untuk membohongi orang demi kepentingan politik.
Bermacam laporan diajukan ke polisi hingga akhirnya Bareskrim Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka dalam dugaan penodaan agama pada 16 November 2016.
Polisi menetapkan Ahok sebagai tersangka setelah melakukan gelar perkara terbatas di Mabes Polri, sehari sebelum penetapan tersangka.
Baca juga: Baca juga: Bareskrim Tetapkan Ahok sebagai Tersangka Penistaan Agama
Setelah penetapan tersangka, perkara Ahok kemudian bergulir di pengadilan. Sejumlah saksi dihadirkan untuk mendalami pernyataan Ahok itu.
Salah satu pernyataan saksi yang terekam dalam ingatan publik adalah yang disampaikan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia saat itu, KH Ma'ruf Amin.
Dalam berita acara pemeriksaan yang dibacakan saat persidangan, Ma'ruf Amin menyebut bahwa Ahok telah memosisikan Al Maidah sebagai alat kebohongan.
Dalam hal ini, Ma'ruf menilai bahwa "orang yang menyampaikan ayat Al Maidah" bisa siapa saja. Namun, biasanya ayat itu disampaikan oleh ulama.
"'Jangan percaya pada orang, dibohongi pakai Al-Maidah'. Konteks orang bisa siapa aja, yang biasa menyampaikan ayat Al-Maidah itu kan para ulama, yang mengajarkan pada masyarakat," kata Ma'ruf, dalam persidangan kasus dugaan penodaan agama, di Auditorium Kementerian Pertanian, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (31/1/2017).
Baca juga: Ketua MUI Sebut Ahok Memosisikan Al Maidah sebagai Alat Kebohongan
Kasus penistaan agama mengantarkan Ahok pada vonis hukuman 2 tahun penjara. Putusan itu dijatuhkan oleh hakim saat persidangan di Kementerian Pertanian pada 9 Mei 2017.
Perbuatan Ahok dinilai hakim memenuhi unsur Pasal 156a KUHP yang salah satunya berisi tentang perbuatan penodaan agama.
Setelah itu Ahok langsung dibawa ke Mako Brimob, Kelapa Dua, Jakarta Utara.
Selama menjalani masa tahanannya, Ahok diketahui mendapat tiga kali remisi tahanan. Remisi pertama diterima Ahok saat Natal 2017 selama 15 hari.
Remisi kedua, ia terima saat Kemerdakaan Indonesia di tahun 2018, dua bulan potongan tahanan.
Terakhir, remisi ia dapatkan pada Natal 2018. Pada remisi ketiga ini Ahok mendapatkan keringanan pemotongan masa tahanan selama satu bulan.
Jika dijumlahkan, maka total potongan masa tahanan Ahok dalam menjalani hukuman adalah 3 bulan 15 hari.
Pada Agustus 2018, ia mendapat kesempatan untuk mendapatkan kebebasan bersyarat. Akan tetapi, ia tidak menggunakan kesempatan itu dan lebih memilih untuk mendapatkan kebebasannya secara murni sesuai dengan lama masa tahanan yang harus ia jalani.
Dikutip dari pemberitaan Kompas.com sebelumnya, Kelapa Lapas Kelas 1 Cipinang Andika Dwi Prasetya membenarkan Ahok dapat mendapatkan bebas bersyarat karena telah menjalani dua pertiga masa hukuman.
"Jadi, posisinya Pak Ahok itu benar bahwa bulan Agustus jatuh tempo dua pertiga, itu artinya bulan Agustus beliau sudah bisa mendapat pembebasan bersyarat apabila persyaratan administratif terpenuhi," ujar Andika (11/7/2018).
Meski demikian, Ahok tidak memanfaatkan kesempatan itu karena menginginkan bebas murni, bukan yang bersyarat.
“Tidak pernah dalam pengalaman hidup saya bisa menerima banyak pemberian dari makanan, buah, pakaian, buku-buku, dan lain-lain dari saudara-saudara,” tulisnya.
Semua kasih sayang yang ia terima, menurut dia, jauh lebih berharga daripada materi sebanyak apa pun.
Selanjutnya, Ahok meminta para simpatisannya tidak melakukan sambutan yang berlebihan saat dirinya resmi dibebaskan dari tahanan nanti. Sebelumnya ia mendengar sambutan itu akan diadakan diseputar Mako Brimob, bahkan mereka akan menginap di depan lapas.
"Saya sarankan demi untuk kebaikan dan ketertiban umum bersama, dan untuk menolong saya, sebaiknya saudara-saudara tidak melakukan penyambutan, apalagi menginap," tulis Ahok.
Hal itu disebabkan jalanan di depan Mako Brimob atau Lapas Cipinang merupakan satu-satunya jalan utama yang banyak digunakan oleh orang-orang. Kerumunan massa yang melakukan penyambutan itu dapat mengganggu kelancaran lalu lintas.
Ahok menuliskan rasa syukurnya ditahan di Mako Brimob dan gagal memenangkan Pilkada DKI Jakarta untuk kedua kalinya.
"Jika terpilih lagi, aku akan semakin arogan dan kasar dan semakin menyakiti hati banyak orang," tulis mantan Bupati Belitong itu Bangka Belitung itu.
Baca juga: Via Surat, Ahok Minta Maaf dan Bersyukur Tak Terpilih Lagi pada Pilkada DKI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.