JAKARTA, KOMPAS.com - Demam berdarah dengue (DBD) kian meluas di DKI Jakarta. Sepekan terakhir, jumlah kejadian pasien DBD terus meningkat hingga enam kali lipat.
Ketika Dinas Kesehatan mengumumkan kewaspadaan kejadian luar biasa (KLB) DBD sepekan lalu, yakni pada 20 Januari 2019, jumlah kejadian DBD baru 111. Namun kini, angkanya melonjak.
"Kasus DBD di DKI Jakarta pada bulan Januari per tanggal 27 Januari 2019 semalam sebanyak 613 kasus," kata Widyastuti di kantornya, Senin (28/1/2019).
Meski belum ada korban meninggal, DBD tahun ini melonjak dari periode yang sama setahun sebelumnya. Pada Januari 2018, kejadian DBD hanya sekitar 200 kasus.
Baca juga: DBD Meningkat, Warga Diminta Basmi Jentik Nyamuk di Dispenser Galon
Januari 2019 ini, kasus DBD paling menonjol terjadi di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan Jakarta Barat. Sedangkan pada Februari dan Maret 2019, seluruh wilayah DKI Jakarta masuk dalam kategori waspada KLB DBD.
Terkonsentrasi di 5 kecamatan
Ada lima kecamatan dengan tingkat kejadian (incidence rate/IR) tertinggi di Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. IR adalah perhitungan kejadian per 100.000 penduduk yang digunakan untuk mengukur proporsi kejadian DBD. Semakin tinggi angka IR, semakin tinggi kejadiannya.
Jagakarsa tercatat sebagai wilayah dengan kejadian tertinggi, dengan 19,27 IR, disusul Kalideres (16,94 IR), Kebayoran Baru (16,54 IR), Pasar Rebo (13,93 IR), dan Cipayung (13,57 IR).
"Sampai dengan tanggal 27 Januari malam ada 613 kasus, terdistribusi di lima wilayah kota, palling banyak di tiga kota yaitu Jaksel 231 kasus, Jaktim 169 kasus, dan Jakbar 153 kasus," kata Widyastuti.
Widyastuti menduga lima kecamatan di tiga wilayah kota itu banyak lahan kosong yang jadi sarang nyamuk demam berdarah, Aedes aegypti.
Kejadian DBD masih terpantau rendah di Jakarta Pusat dan Jakarta Utara. Sedangkan di Kepulauan Seribu belum ada kejadian.
"Kepulauan Seribu kan air laut, tidak terlalu disukai nyamuk. Yang disenangi nyamuk di air tawar," ujar Widyastuti.
Gejala DBD
Widyastuti meminta warga mewaspadai demam sebagai gejala demam berdarah dengue (DBD).
"Himbauan waspada kalau demam mendadak segera mencari pertolongan pertama," kata dia.
Bentuk pertolongan pertama yang bisa dilakukan di antaranya minum air sebanyak mungkin. Selain itu, masyarakat bisa minum obat penurun panas sesuai anjuran yang dibolehkan.
"Kalau tidak sembuh segera berobat," kata dia.
Widyastuti mengatakan ia telah berpesan kepada paramedis di puskesmas dan rumah sakit agar tak menyepelekan pasien yang datang dengan demam tinggi. Ia meminta agar pasien demam diberi penanganan untuk demam berdarah.
"Karena DBD infeksi akut, harus (dianggap DBD) sampai terbuki tidak," ujar dia.
Selain demam tinggi, gejala DBD juga meliputi nyeri otot dan sendi, terdapat bintik merah/ruam di kulit, mual, serta nyeri dan ulu hati. Pada kasus yang parah, dapat terjadi pendarahan dan syok yang membahayakan nyawa.
Baca juga: Kasus Meningkat, Januari 2019 Ada 75 Warga Kota Bekasi Positif DBD
Widyastuti mengingatkan bawah belum ada obat untuk virus DBD. Karena itu masyarakat harus benar-benar melakukan pecegahan.
"Untuk terjadi satu virulensi, juga tergantung host-nya, bagaimana daya tahan tubuh manusia yang digigit," ujar Wdisyastuti.
Ia menyampaikan, jika dulu DBD paling banyak menjangkiti anak usia sekolah 7-12 tahun, kini DBD paling banyak menjangkiti anak usia 14-15 tahun.
"Nyamuknya itu menggigit di jam 10.00-an, kemudian istirahat, sore gigit lagi," kata Widyastuti.
Pencegahan
Untuk mewaspadai meluasnya DBD, Dinas Kesehatan DKI Jakarta bekerja sama dengan BMKG dalam pengembangan model prediksi angka DBD berbasis iklim yang dapat diakses melalui http:// bmkg.dbd.go.id/.
Selain itu, Pemprov DKI melakukan fogging di wilayah asal korban DBD dengan hasil penyelidikan epidemiologi (PE) positif.
Masyarakat diimbau untuk terus menjalankan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) dan melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M (menguras, menutup, mendaur ulang) Plus setiap seminggu sekali.
Tempat penampungan air seperti bak mandi/wc, tempayan, penampungan air minum, penampungan air buangan AC, dispenser, ember, drum dan lain-lain perlu dikuras dan disikat. Baiknya, tempat tampungan air selalu ditutup agar tadi jadi perindukan jentik nyamuk.
Begitu pula barang-barang yang dapat menampung air hujan agar dimanfaatkan atau didaur ulang. Lubang pada pohon, bambu, dan pagar rumah ditutup dengan tanah.
Wadah yang ada airnya seperti vas bunga, tempat minum burung, dan sejenisnya agar diganti rutin. Untuk mematikan jentik nyamuk di tempat yang sulit dikuras, disarankan untuk menaburkan larvasida atau memelihara ikan pemakan jentik. Masyarakat juga bisa menanam tanaman yang tak disukai nyamuk.
Selain itu, masayrakat diimbau untuk mengupayakan ventilasi dan pencahayaan yang cukup dalam ruangan. Hindari juga kebiasaan menggantung pakaian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.