Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPAI: Hukuman "Push Up" 100 Kali Siswi di SDIT Bina Mujtama Tergolong Kekerasan

Kompas.com - 29/01/2019, 09:45 WIB
Cynthia Lova,
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, hukuman push up di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Bina Mujtama kepada GNS (10) karena belum melunasi uang sekolah merupakan kekerasan terhadap anak.

Retno mengatakan, hukuman tersebut bisa dikategorikan sebagai kekerasan fisik dan psikis, serta berpotensi kuat melanggar Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

“Apalagi jika push up dilakukan berpuluh kali tanpa mempertimbangkan kondisi anak, maka itu berpotensi menyakiti dan membahayakan anak tersebut. Ini masuk kategori kekerasan fisik,” ucap Retno melalui pesan tertulis, Senin (28/1/2019).

Baca juga: Tak Bayar SPP, Siswi SD Mengaku Dihukum Push-up 100 Kali

Retno mengatakan, tindakan sekolah juga dikategorikan dalam kekerasan psikis karena kondisi GNS tertekan dan merasa direndahkan hingga dipermalukan di lingkungan sekolah.

“Apalagi banyak temannya atau gurunya yang tahu kalau orangtuanya belum bisa melunasi uang SPP,” ucap Retno.

Retno menilai, seharusnya jika orangtua belum bisa melunasi SPP anak, sekolah tidak berhak melakukan penghukuman.

Anak harus tetap mendapatkan haknya atas pendidikan, seperti mengikuti pembelajaran dan ujian.

“Jadi kalau orangtua belum melunasi SPP, maka itu bukan salah si anak, tetapi itu kewajiban orangtuanya. Yang harus dipanggil, ditegur, dan disurati pihak sekolah adalah orangtuanya,” ujar Retno.

Retno mengatakan, dalam menekan pelunasan SPP sekolah anak, seharusnya sekolah bisa berkomunikasi langsung dengan para orangtua siswa. Bukan siswanya yang ditekan dan diperlakukan tidak wajar.

“Kalau ada perjanjian antara orangtua siswa dengan pihak sekolah saat mendaftar sekolah di tempat tersebut, maka perjanjian itu juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada,” tutur Retno.

Baca juga: Kepala Sekolah yang Hukum Muridnya Push-up Bilang untuk Shock Therapy

Sebelumnya, GNS (10), siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu Bina Mujtama dihukum push up sebanyak 100 kali karena belum melunasi uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

Usai kejadian itu, GNS juga mengaku jadi takut ke sekolah.

“Takut (ke sekolah lagi). Takut disuruh push up,” ucap GNS di rumahnya di Depok, Jawa Barat.

Ia mengungkapkan, setelah melakukan push up perutnya langsung merasa tidak enak.

“Sakit perutnya,” ujar GNS sambil memegang perutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Ada Demo di Patung Kuda, Arus Lalin Menuju Harmoni via Jalan Medan Merdeka Barat Dialihkan

Megapolitan
Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran 'Saudara Frame'

Ini Daftar Identitas Korban Kebakaran "Saudara Frame"

Megapolitan
Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Acungi Jempol Perekam Sopir Fortuner Arogan yang Mengaku TNI, Pakar: Penyintas yang Berani Melawan Inferioritas

Megapolitan
Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Fraksi PKS DKI Nilai Penonaktifan NIK Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Tak Adil

Megapolitan
Identitas 7 Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Belum Diketahui

Identitas 7 Korban Kebakaran "Saudara Frame" Belum Diketahui

Megapolitan
Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Restorasi Rumah Dinas Gubernur DKI Telan Anggaran Rp 22 Miliar, untuk Interior hingga Kebutuhan Protokoler

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan 2024, Paling Banyak karena Korsleting

Megapolitan
7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" Alami Luka Bakar Hampir 100 Persen

Megapolitan
Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang sejak 9 April 2024

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang sejak 9 April 2024

Megapolitan
Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran 'Saudara Frame', Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran "Saudara Frame", Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Megapolitan
Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Megapolitan
JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

Megapolitan
Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Megapolitan
Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com