Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buni Yani Minta Ditahan di Mako Brimob seperti Ahok, Ini Jawaban Kejaksaan

Kompas.com - 02/02/2019, 07:49 WIB
Cynthia Lova,
Icha Rastika

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri menanggapi permintaan terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Buni Yani yang ingin ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Mako Brimob seperti mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.

Menurut Mukri, status Buni Yani adalah seorang terpidana yang memang sudah sepatutnya ditahan di lembaga pemasyarakatan (LP), seperti LP Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, atau bukan di rumah tahanan (rutan) seperti Mako Brimob.

“Karena itu lapas dan statusnya sudah menjadi terpidana lapas. Saya rasa akan lebih tepat,” ujar Mukri di Kejaksaan Negeri Depok, Jumat (1/2/2019).

Baca juga: Kejaksaan Agung: Eksekusi Buni Yani Murni Penegakan Hukum

Mukri pun belum memastikan apakah ke depannya Buni Yani akan dipindah ke LP lain atau tidak.

“Kita lihat saja ke depannya, sementara ini kan kita baru saja menempatkan yang bersangkutan ke sana (Lapas Gunung Sindur),” ujar Mukri.
 
Saat ditanyakan apakah nantinya Buni Yani akan diperlakukan khusus, ia berjanji tidak akan memperlakukan Buni Yani secara khusus.

Sebelumnya, Buni Yani mengatakan bahwa ia ingin diperlakukan sama seperti Basuki Tjahaja Purnama jika dieksekusi.

Sebab, kasus yang dia alami juga berkaitan dengan kasus Basuki atau Ahok.

"(Saya) ingin dapat perlakuan yang sama sebagai warga negara. Apalagi karena dikait-kaitkan dengan perkara Pak Ahok, kalau nanti dieksekusi untuk masuk, akan minta juga ke rutan Mako Brimob biar sama dengan Pak Ahok," ujar Buni di Kompleks Parlemen, Jumat (1/2/2019), sebelum ditahan.

Kasus yang menjerat Buni Yani bermula saat dia mengunggah potongan video Ahok ketika masih menjabat gubernur DKI menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016.

Adapun video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.

Baca juga: Dibawa ke Lapas Gunung Sindur, Buni Yani Tempati Blok Mapeling

Pengadilan Negeri (PN) Depok kemudian menjatuhkan vonis 1 tahun dan 6 bulan penjara terhadap Buni Yani.

Ia dinyatakan terbukti sah dan meyakinkan melanggar Pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 28 Ayat 2 UU ITE dengan melakukan ujaran kebencian dan mengedit isi video pidato Ahok.

Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi menguatkan putusan PN Depok. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi Buni Yani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com