JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan akan mengambil alih pengelolaan air di Jakarta.
Soal dana yang harus dikeluarkan Pemprov DKI untuk mewujudkan itu, kata Anies, bisa bersumber dari swasta.
"Itu bisa dikerjakan bukan saja pemerintah melalui alokasi anggaran. Tapi juga bisa B2B (business to business), dan swasta. Artinya, pembiayaan PDAM mencarikan sumber pendanaan dari banyak tempat," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (11/2/2019).
Baca juga: DKI Bakal Ambil Alih Pengelolaan Air, Anies Jelaskan Swastanisasi Rugikan Jakarta
Soal besaran dananya, Anies mengatakan pihaknya akan menghitungnya terlebih dahulu. Ia tak mengungkapkan taksiran nilainya.
"Nanti akan ada proses akan dilihat valuasinya dan lain-lain. Baru kemudian kami sampai (pada) angka," ujar Anies.
Anies mengatakan, pengambilalihan akan dilakukan dengan renegosiasi antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra. Renegosiasi bisa seputar pembelian saham Palyja dan Aetra.
Opsi kedua, bisa dengan membuat perjanjian kerja sama (PKS). PKS bakal mengatur soal penghentian kontrak yang disepakati kedua belah pihak.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyerahkan pengelolaan air minum di Jakarta kepada PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Thames PAM Jaya (kini bernama PT Aetra Air Jakarta) sejak 1997. Perjanjian ini berlangsung hingga 2023.
Sementara opsi ketiga yakni dengan pengambilalihan sebagian layanan.
Pemprov DKI bisa menguasai proses pengelolaan air dari hulu ke hilir secara bertahap sambil menunggu kontrak habis di 2023.
Baca juga: Sejumlah Tokoh Kirim Surat Terbuka untuk Anies Tolak Swastanisasi Air
Kebijakan pengambilalihan pengelolaan di bawah Gubernur Anies Baswedan dilakukan sejak Mahkamah Agung (MA) memerintahkan swastanisasi itu disetop lewat putusan kasasi pada 2017.
Anies kemudian membentuk Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum yang bertugas merumuskan kebijakan strategis sebagai dasar pengambilan keputusannya.
Namun salah satu tergugat dalam perkara itu, yaitu Kementerian Keuangan, tidak menerima putusan kasasi MA dan mengajukan peninjauan kembali (PK).
MA kemudian mengabulkan permohonan PK yang diajukan Kementerian Keuangan.
Dengan demikian putusan sebelumnya dibatalkan. Putusan tersebut keluar pada 30 November 2018.
Itu artinya, swastanisasi pengelolaan air di Jakarta tetap boleh dilanjutkan.
Baca juga: Menanti Langkah DKI Setelah MA Batalkan Penghentian Swastanisasi Air
Namun Anies memastikan tetap akan mengikuti keputusan MA di tingkat kasasi untuk menghentikan swastanisasi.
Pihaknya akan melakukan renegosiasi dengan Palyja dan Aetra untuk mengambil alih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.