JAKARTA, KOMPAS.com - Perdebatan soal pernyataan yang disampaikan capres nomor urut 01 Joko Widodo terkait lahan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto saat debat kedua dinilai perlu disudahi.
Hal itu disampaikan Direktur Monitoring Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jojo Rohi saat acara diskusi di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Kamis (21/2/2019).
Kubu Prabowo memprotes serangan tersebut karena dianggap menyerang secara personal, tetapi kubu Jokowi membantahnya.
"Tidak perlu lagi kita menghabiskan semua energi kita untuk berdebat soal apakah ini personal attack atau tidak," tutur Jojo.
Baca juga: Habiburokhman Nilai Serangan Jokowi soal Lahan Prabowo Blunder
Menurutnya, yang berwenang menentukan kategori serangan tersebut adalah penyelenggara pemilu.
Jojo menambahkan, penyelenggara pemilu seharusnya memiliki rumusan untuk menentukan apakah serangan tersebut masuk dalam kategori personal atau tidak.
Oleh karena itu, desakan yang mereka lontarkan adalah agar kedua paslon menjabarkan harta kekayaan masing-masing secara lebih rinci.
Bahkan, Jojo mendorong kedua capres menjabarkan kekayaan yang dimiliki di luar dari laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kita mendesak kepada setiap kandidat baik itu dari kubu 01 maupun 02 untuk setransparan mungkin melampirkan daftar harta kekayaan, tidak terpaku pada kolom-kolom yang disediakan KPK," jelasnya.
Baca juga: Timses Jokowi Anggap BPN Perlebar Bahasan soal Lahan Prabowo
Sebelumnya Prabowo disebut memiliki lahan seluas ratusan ribu hektar di Aceh dan Kalimantan Timur.
Pernyataan itu disampaikan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dalam debat kedua capres, Minggu (17/2/2019) malam.
Menurut Jokowi, Prabowo punya lahan di Kalimantan Timur seluas 220.000 hektar dan di Aceh Tengah seluas 120.000 hektar.
Data tersebut diakui Prabowo. Namun, ia mengaku hanya memiliki hak guna usaha (HGU). Sementara tanah tersebut milik negara.
"Itu benar, tapi itu HGU (hak guna usaha), itu milik negara. Setiap saat negara bisa ambil kembali. Kalau untuk negara, saya rela kembalikan itu semua," kata Prabowo.