Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diiringi Tangis Pilu, Puluhan Mahasiswa dan Masyarakat Tolak PLTU

Kompas.com - 21/02/2019, 21:40 WIB
Firmansyah,
Khairina

Tim Redaksi


BENGKULU, KOMPAS.com - Puluhan mahasiswa bersama masyarakat asal Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu menggelar aksi unjuk rasa menolak pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), Kamis (21/2/2019).

Selain berorasi di halaman kantor Gubernur Bengkulu, puluhan massa juga tampak menangis atas rencana pembangunan PLTU yang mereka anggap tidak adil.

Nurjanah, seorang warga, menangis pilu meminta agar Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah bisa mendengarkan aspirasi masyarakat.

“Izinkan kami bertemu gubernur. Kami hanya menuntut keadilan. Kebun kami dihancurkan tanpa ganti rugi oleh PLTU,” tangis Nurjanah.

Baca juga: Direktur PLN Akui Eni Maulani Minta Proyek PLTU Riau Masuk Program Prioritas

Proyek PLTU batu bara Teluk Sepang berkapasitas 2x100 megawatt (MW) dibangun di zona rawan bencana yang berisiko bagi masyarakat dan lingkungan.

Meski masyarakat menolak sejak awal, namun proyek ini tetap dilanjutkan.

“Sejak awal kami tidak mau ada PLTU. PLTU yang pindah, bukan kami yang pindah,” ungkap Harianto, warga Teluk Sepang.

Ia melanjutkan, dampak dari PLTU batu bara sudah diketahui secara awal, mulai dari menghilangkan mata pencaharian masyarakat, menyebabkan kematian, kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Bukti nyata bahwa pengembangan energi listrik dari batu bara untuk pemenuhan energi nasional semakin menyengsarakan rakyat.

Apabila diukur dengan Peraturan Gubernur nomor 27 tahun 2016 tentang Pedoman Ganti Rugi Tanam Tumbuh Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, masih ada Rp 2,03 miliar ganti rugi yang belum dibayar.

“Kami tidak perlu tanah, berkuburlah kamu di situ. Yang kami perlukan ganti rugi tanam tumbuhnya. Tegakkan hukum!” sambung Nurjanah dalam orasinya.

Juru Kampanye Energi Kanopi Bengkulu, Olan Sahayu menambahkan, tindakan gubernur menerbitkan izin lingkungan baru menjadi bukti ketidakberesan proyek ini yang sejak awal memang ditolak warga.

Saat warga datang ke kantor gubernur dan bertemu pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tidak ada informasi bahwa izin lingkungan yang baru sudah terbit.

"Kami mencurigai proyek ini memang dipaksakan," kata Olan.

Karena itu, Aliansi Tolak PLTU batu bara Teluk Sepang menuntut Gubernur Bengkulu untuk mencabut izin lingkungan PLTU batu bara Teluk Sepang 2x100 MW. Selain itu, menuntaskan ganti rugi tanam tumbuh serta mengembalikan Rp 2 miliar uang rakyat sesuai Pergub no 27 tahun 2016.

Perwakilan aksi diterima sejumlah pejabat Pemprov Bengkulu seperti asisten I, PT Pelindo, dan perwakilan disnaker.

Pemprov Bengkulu menjanjikan, Rabu pekan depan semua permintaan pengunjuk rasa akan mendapatkan keputusan.

"Rabu pekan depan akan didapat keputusannya. Pemerintah akan menyusun formula yang tepat," ungkap Asisten I Pemprov Bengkulu Hamka Sabri.

Kompas TV Terdakwa suap proyek PLTU Riau 1 Eni Saragih menyampaikan nota pembelaan setelah dituntut delapan tahun penjara. Eni menerima segala konsekuensi perbuatannya, ia juga menyinggung ada perintah dari petinggi partai Golkar untuk ikut mengurus proyek itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com