KOMPAS.com – Pameran bazar buku murah terbesar di dunia Big Bad Wolf kembali berlangsung di Indonesia pada hari ini, Jumat (1/3/2019) hingga 11 Maret 2019, di ICE BSD, Tangerang.
Event ini selalu ditunggu-tunggu oleh para pemburu buku.
Bazar berlangsung selama 24 jam. Di balik nama besarnya sebagai penyelenggara bazar buku termurah, ada sejumlah fakta menarik tentang BBW yang mungkin belum diketahui.
Fakta pertama, BBW digagas sepasang suami istri asal Malaysia bernama Andrew Yap dan Jacqueline Ng. Mereka berdua memiliki fokus yang sama untu mengubah dunia melalui buku.
Dikutip dari Malaysia Tatler, Yap tumbuh dan menjalani masa sekolah sebagai anak yang terlahir dari keluarga biasa.
Ia tidak banyak memiliki buku untuk dibaca, sementara teman-temannya yang berasal dari keluarga mampu, hidup dengan berteman banyak buku.
Baca juga: Susi Pudjiastuti dan Puan Maharani Resmikan Big Bad Wolf 2019
“Saya menyukai buku karena masa kecil saya terlewatkan tanpanya. Teman-teman sekelas saya saat sekolah kebanyakan berasal dari keluarga mampu, mereka banyak memiliki dan membaca buku, dan saya bisa melihat perbedaannya,” kata Yap.
Inilah yang menjadi alasan keduanya mengadakan Big Bad Wolf dan BookXcess, pameran-pameran buku dengan harga murah.
Mereka ingin semua orang bisa membaca buku tanpa terbebani harga yang mahal.
BookXcess dimulai pada 2006, sementara Big Bad Wolf dimulai 3 tahun setelahnya, pada 2009.
Tanpa disangka, keinginan sederhana Yap dan Ng kini menjelma menjadi sebuah bazar buku besar khususnya di wilayah Asia Tenggara.
Baca juga: INFOGRAFIK: Kisah di Balik Big Bad Wolf Book Sale
Adapun asal nama "Big Bad Wolf" diambil dari nama tokoh jahat di dongeng Little Red Riding Hood.
Meskipun merupakan sosok serigala jahat dan memiliki impresi yang negatif, Big Bad Wolf tetap dipilih oleh Yap dan Ng, karena menarik dan nakal.
Selain alasan biaya, minat baca masyarakat Malaysia yang rendah saat itu menjadi satu dorongan besar lainnya bagi Yap dan Ng untuk menggagas bazar buku murah.
Dikutip dari MalayMail, minat baca masyarakat Malaysia ketika itu hanya 2 persen dari jumlah penduduk yang ada.
Hal ini menjadi keresahan terbesar bagi keduanya. Mereka ingin mengubah dunia melalui buku. Buku dianggap sebagai sebagai media literasi terbaik untuk mengubah pola pikir seseorang bahkan masyarakat luas.
Baca juga: Selalu Dinanti, Ini Kisah di Balik Bazar Buku Murah Big Bad Wolf
Saat ini, penyelenggaraan BBW sudah digelar di 8 negara di Asia, yakni Indonesia, Malaysia, Taiwan, Thailand, Filipina, Myanmar, Sri Lanka, dan Uni Emirat Arab.
Cerita menarik muncul dari penyelenggaran BBW pertama di Petaling Jaya, Mei 2009. Yap dan Ng mempekerjakan 50 orang untuk membantu bazar itu.
Dari 50 orang tersebut, hanya 2 orang di antaranya yang mengaku suka membaca buku. Sementara, 48 lainnya mengaku jarang membaca buku.
Namun, setelah mengikuti bazar dan menyaksikan bagaimana orang-orang tergila-gila dengan buku.
Beberapa dari mereka penasaran dan mulai mencoba membaca buku hingga akhirnya menemukan kenikmatannya.
Berdasarkan cerita yang dibagikan Ng, ia dan suaminya pernah melewatkan perayaan Tahun Baru China bersama keluarganya di Malaysia karena tengah menyelenggarakan BBW pertama di Filipina.
Ng mengaku sangat berat untuk menyampaikan hal ini kepada ibunya, tetapi ia tidak memiliki pilihan lain.
Ia hanya berharap apa yang dilakukannya bersama suami dan teman-temannya bisa menumbuhkan, menginspirasi, dan memperbanyak jumlah pembaca di Filipina.
Tidak melulu soal BBW yang mendatangkan pundi-pundi uang bagi Yap dan Ng, mereka juga memiliki fokus lain di bidang amal.
Yap dan Ng memiliki program amal bernama Red Readership. Mereka melelang buku-buku yang hasilnya akan disalurkan ke yayasan amal dan membangun perpustakaan untuk masyarakat pedesaan.
Buku yang telah dibayar, tidak dibawa pulang oleh pembeli. Mereka bisa meninggalkannya untuk disumbangkan mengisi perpustakaan desa yang akan dibangun.
Jadi, semua buku yang disumbangkan masih dalam kondisi baru.
“Kami tidak menyumbangkan buku bekas karena kami percaya bahwa anak-anak harus menerima buku baru untuk dibaca. Menerima buku baru memotivasi orang muda untuk membaca,” kata Ng.