Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Temukan Dugaan Malaadminstrasi dan Pungli di Rutan Depok

Kompas.com - 06/03/2019, 12:44 WIB
Cynthia Lova,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia (RI) Perwakilan Jakarta Raya merilis laporan investigasi yang mengungkapkan adanya dugaan malaadministrasi dan pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II Depok, Jawa Barat.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P Nugroho mengatakan, hal tersebut ditemukannya setelah pihaknya melakukan investigasi tertutup.

Salah satu poin yang ditemuan Ombudsman adalah keluarga pengunjung tahanan seringkali harus memberikan beberapa kebutuhan yang dibutuhkan pihak lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rutan dan pesananan petugas lapas atau rutan. Ombudsman menyarankan kepala rutan berperilaku adil dan tidak diskriminatif dalam memberikan layanan.

Baca juga: Tahanan di Rutan Depok Ditemukan Tewas Tergantung di Sel

"Dalam hal ini pembatasan komunikasi antara petugas dan pengunjung lapas harus dilakukan, sehingga tidak ada diskriminasi dalam memperlakukan warga binaan pemasyarakatan (WBP) sesuai dengan Pasal 34 huruf O Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," kata Teguh, Rabu (6/3/2019).

Dalam temuan juga disebutkan, di rutan itu ada pengenaan biaya kunjungan dengan kisaran Rp 25.000 – Rp 150.000 setiap kali kunjungan. Uang itu disetorkan kepada kepala kamar.

Ombudsman juga menemukan adanya penetapan tarif untuk penempatan kamar tahanan. Berdasarkan tarifnya, kamar tahanan dibagi ke dalam beberapa kelas dari kelas A sampai dengan F.

Harga kamar A merupakan yang termahal yaitu, Rp 2 juta – Rp 8 juta untuk sekali bayar dan iuran kamar per minggu sebesar Rp 50.000 – Rp 100.000. Iuran itu dibayarkan kepada petugas rutan.

Berdasarkan temuan Ombudsman, pembayaran harga kamar WBP tersebut dikirim ke rekening bank 0081190005845795 atas nama Marta Sutanto yang kemudian dialihkan ke rekening bank 0146330988884 atas nama PT. Anugerah Vata Abadi (Koperasi) dengan potongan 5 persen setiap transaksi.

Petugas yang melakukan pemeriksaan rutan juga membiarkan pengunjung membawa uang dalam jumlah besar hingga di atas Rp 10 juta guna pembayaran fasilitas yang akan diperoleh WBP dalam rutan.

Baca juga: 920 Napi di Rutan Depok Baru Mau Rekam e-KTP untuk Pemilu 2019

"Padahal, dalam Permenkumham Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan Negara Pasal 4 huruf a disebutkan bahwa, setiap narapidana atau tahanan dilarang mempunyai hubungan keuangan dengan narapidana atau tahanan lain maupun dengan petugas pemasyarakatan. Pembiaran masuknya uang dalam jumlah besar ke lapas ini akan memicu adanya pungutan liar," kata Teguh.

Ombudsman juga menemukan adanya dugaan tindakan asusila oleh tahanan dengan para pengunjung yang dilakukan di ruang kunjungan maupun di ruang ramah anak.

Selain itu, Ombudsman menemukan adanya pungutan liar (pungli) dalam pemberian layanan pembebasan bersyarat (PB) dan cuti bersyarat (CB). Ada dua jalur layanan yang disebut sebagai jalur cepat dan jalur semi cepat.

Biaya yang dikenakan untuk jalur cepat senilai Rp 5 juta lebih. Setelah biaya tersebut dibayarkan, WBP mendapatkan haknya sesuai perhitungan Badan Pemasyarakatan (Bapas) dan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat dengan mendapatkan surat keputusan (SK) dalam waktu yang relatif cepat. Dengan demikian, WBP mendapatkan jadwal kepastian keluar dari rutan.

Untuk jalur semi cepat, tahanan harus membayar Rp 1 juta melalui beberapa tahapan sidang oleh petugas Bapas. Proses pada jalur semi cepat ini dinilai lebih bertele-tele.

"Sementara itu, bagi WBP yang mengajukan PB atau CB tanpa membayar biaya tertentu, berkas persyaratannya tidak diproses dengan cepat dan seringkali ditahan oleh petugas sampai WBP membayarkan uang dengan jumlah tertentu," ujar Teguh.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut Ombudsman menilai bahwa pengawasan dan penegakan tata tertib di rutan lemah. Ombudsma juga menganggap kepala rutan belum optimal dalam melakukan pencegahan terjadinya malaadministrasi dengan tidak melakukan antisipasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

12 Perusahaan Setor Dividen 2023 ke Pemprov DKI, Nilainya Capai Rp 545,8 Miliar

Megapolitan
Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng Positif Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Ada di Lokasi yang Sama, Anggota Polres Jaktim Mengaku Tak Tahu Rekan Sesama Polisi Pesta Sabu

Megapolitan
Warga Serpong Curhat Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Warga Serpong Curhat Air PDAM Sering Tak Mengalir ke Perumahan

Megapolitan
Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Wanita Hamil Tewas di Kelapa Gading, Kekasih Jadi Tersangka

Megapolitan
Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Pipa PDAM Bocor, Warga Serpong Tak Dapat Air Bersih Berjam-jam

Megapolitan
Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Antar Mobil Teman, Anggota Polres Jaktim Ikut Ditangkap dalam Pesta Narkoba Oknum Polisi

Megapolitan
Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Wanita Hamil di Kelapa Gading Bukan Dibunuh Kekasih, tapi Tewas Saat Berupaya Menggugurkan Janinnya

Megapolitan
Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Dukcapil DKI Sebut Setiap Warga Terdampak Penonaktifan NIK Dapat Pemberitahuan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Polisi Tangkap Pria yang Minta THR dengan Peras Petugas Minimarket di Cengkareng

Megapolitan
Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Buka Pendaftaran PPK Pilkada DKI 2024, KPU Butuh 220 Orang untuk TPS di 44 Kecamatan

Megapolitan
2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

2 Pria Dikepung Warga karena Diduga Transaksi Narkoba, Ternyata Salah Paham

Megapolitan
Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Hasil Tes Urine Negatif, Anggota Polres Jaktim Dibebaskan Usai Ditangkap dalam Pesta Narkoba

Megapolitan
Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Terungkap, Wanita Hamil Bersimbah Darah di Kelapa Gading Tewas akibat Menggugurkan Janinnya Sendiri

Megapolitan
Ketakutan Pengemudi 'Online' Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Ketakutan Pengemudi "Online" Antar-Jemput Penumpang di Terminal Kampung Rambutan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com