JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD DKI Jakarta memanggil jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk meminta penjelasan soal perombakan pejabat di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, Rabu (6/3/2019).
Dalam rapat kerja kedua pihak, anggota Komisi A Gembong Warsono menyinggung adanya isu jual beli jabatan dalam perombakan pejabat pada 25 Februari 2019.
"Berkaitan dengan rotasi kemarin 1.125 orang, dari jumlah yang begitu spektakuler, itu memunculkan persepsi masyarakat. Dengan jumlah yang begitu banyak, muncul persepsi terjadi jual beli jabatan," kata Gembong dalam rapat di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat.
Baca juga: BKD Belum Terima Laporan Jual Beli Jabatan di Pemprov DKI
Wakil Ketua Komisi A William Yani mempertanyakan alasan Pemprov DKI tidak menulis detail jabatan pejabat yang akan dilantik dalam surat undangan yang dikirimkan.
Hal itu membuat pejabat yang akan dilantik tidak mengetahui jabatannya.
"Padahal, kan, jelas di Peraturan Kepala BKN, semua ASN yang dilantik harus tahu dia menjadi apa sebelum dilantik," ujar William.
Baca juga: Isu Jual Beli Jabatan Pejabat DKI yang Jadi Sorotan DPRD...
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir mengakui, tidak ada detail jabatan yang dicantumkan dalam undangan.
BKD hanya mencantumkan tulisan "pejabat administrator" atau "pejabat pengawas" dalam undangan tersebut.
Tambahannya, pejabat yang dilantik diminta memakai pakaian dinas upacara (PDU) jika dilantik sebagai camat atau lurah, meskipun tidak dicantumkan akan menjabat sebagai camat atau lurah di wilayah mana.
Baca juga: Pemprov DKI Buka Layanan Pengaduan soal Jual Beli Jabatan
"Justru ini kami menghindarkan terjadinya orang jual beli jabatan, Pak," ucap Chaidir.
Pernyataan Chadir itu sekaligus membantah adanya isu jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI.
Chaidir menyampaikan, ada beberapa indikator yang menjadi penentu rotasi pejabat eselon III dan IV.
Baca juga: Isu Jual Beli Jabatan, DPRD Bakal Panggil BKD DKI
Pertama yakni kinerja, termasuk di dalamnya penyerapan anggaran. Pejabat yang tidak memenuhi target serapan anggaran akan dievaluasi.
Indikator lainnya yakni laporan masyarakat.
"Laporan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya laporan soal pelayanan, keluhannya pelayanan lambat. Itu sebagai salah satu indikator," katanya.
Baca juga: KASN Minta Anggota DPRD DKI Lapor jika Punya Bukti Jual-Beli Jabatan