JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet telah menjalani sidang kedua dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari pihak terdakwa atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (6/3/2019) pukul 09.00 WIB.
Berikut 4 fakta sidang eksepsi Ratna Sarumpaet yang dihimpun Kompas.com:
Tim pengacara Ratna menilai, JPU telah membuat kekeliruan dalam surat dakwaan terhadap klien mereka.
Surat dakwaan JPU itu dinilai telah merugikan Ratna dan menyesatkan hakim dalam memeriksa dan mengadili kasus tersebut.
Ratna didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana. Jaksa juga mendakwa Ratna dengan Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Jaksa penuntut umum keliru menggunakan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dalam surat dakwaan," kata salah satu pengacara Ratna, Insank Nasruddin.
Baca juga: Pengacara Ratna Nilai Dakwaan Jaksa Keliru dan Tidak Jelas
Insank menilai surat dakwaan JPU tidak cermat dan tidak jelas dan dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf B KUHAP.
Uraian perbuatan material yang dirumuskan JPU dalam dakwaan kesatu dinilai persis sama dengan uraian perbuatan material yang dirumuskan dalam dakwaan kedua.
Pada sidang perdana 28 Februari 2019, JPU menyampaikan rangkaian kejadian sejak Ratna menjalani operasi mengencangkan kulit wajah di Rumah Sakit Khusus Bina Estetika, Menteng, Jakarta Pusat, hingga foto lebam di wajahnya tersebar ke sejumlah orang dalam dakwaan kesatu dan kedua.
"Uraian perbuatan material antara dakwaan kesatu atau dakwaan kedua adalah sama persis antara yang satu dengan yang lainnya dan merupakan hasil copy paste belaka antara uraian dakwaan ke satu yang di-copy paste ke dalam uraian perbuatan material dakwaan kedua," kata Insank.
Poin kedua yang disampaikan tim pengacara Ratna pada sidang eksepsi adalah dakwaan JPU yang menyebutkan rangkaian berita hoaks dari Ratna merupakan keonaran adalah tidak benar.
Pengacara menyebut keonaran sebagaimana yang disebutkan JPU dalam surat dakwaannya itu tidak pernah terjadi.
Dalam surat dakwaan, JPU dianggap menguraikan seolah-olah telah terjadi keonaran dalam bentuk cuitan-cuitan yang disampaikan beberapa orang yang berunjuk rasa menuntut pelaku penganiayaan terhadap Ratna segera ditindak.
Adapun cuitan-cuitan terkait rangkaian berita hoaks Ratna yang dianggap menimbulkan keonaran oleh JPU, yakni cuitan Twitter Rizal Ramli, Rocky Gerung, akun Facebook saksi Nanik Sudaryanti, serta konferensi pers Parabowo Subianto.
Baca juga: Pengacara Bantah Ratna Sarumpaet Disebut Jaksa Buat Onar dari Hoaks
"Tidak dapat dikatakan keonaran sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946. Karena cuitan dan aksi unjuk rasa tersebut bukanlah kerusuhan, keributan, atau keonaran yang telah terjadi di tengah masyarakat yang memerlukan tindakan kepolisian untuk menghentikannya," kata pengacara Ratna, Desmihardi.
Desmihardi menjelaskan, kerusuhan yang dimaksud dalam keonaran sesuai Pasal 14 ayat 1 ialah kerusuhan seperti yang pernah terjadi pada Mei 1998, kerusuhan Malari, dan lainnya yang pada umumnya memerlukan tindakan kepolisian untuk menyelesaikannya.
"Berdasarkan dasar dan alasan yang kami sebutkan, maka berdasar hukum jika surat dakwaan jaksa penuntut umum yang diajukan kepada terdakwa dalam perkara ini dikualifikasikan sebagai surat dakwaan yang keliru," ujar Desmihardi.
Dengan dasar dan alasan keberatan itulah, pengacara Ratna menyatakan bahwa surat dakwaan JPU tidak dapat diterima.
Ketua Majelis Hakim, Joni, tidak mengabulkan permohonan Ratna menjadi tahanan kota.
Joni menilai, tidak ada alasan konkret yang dapat dijadikan pertimbangan untuk mengabulkan permohonan Ratna Sarumpaet.
Selain itu, menurut dia, Ratna selalu menghadiri sidang dalam keadaan sehat.
"Belum ada alasan konkrit yang dapat dijadikan pertimbangan untuk mengabulkan permohonan terdakwa. Di persidangan, terdakwa juga selalu menyatakan sehat," ujar Joni.
Baca juga: Permohonan Ratna Sarumpaet Jadi Tahanan Kota Ditolak
Ratna mengaku tak masalah dengan putusan majelis hakim yang menolak permohonan tahanan kota yang diajukannya.
Namun, ia akan kembali mengajukan permohonan ke pengadilan untuk dijadikan tahanan kota.
"Kalau soal penangguhan penahanan, saya berharap mudah-mudahan minggu depan dikabulkan (majelis hakim)," kata Ratna.
Ratna menilai, dirinya sudah cukup berumur sehingga dapat terserang penyakit apabila ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya.
Baca juga: Ratna Sarumpaet Akan Kembali Ajukan Permohonan Jadi Tahanan Kota
Ia mengaku sempat sakit parah saat berada di tahanan.
"Enggak sehat, dua bulan pertama (ditahan) saya sakit. Sakitnya ya yang parah. Sekarang sih sudah enggak (sakit)," ujar Ratna.
"Masa saya mesti dalam keadaan parah baru ditangguhkan (penahanan)?" lanjutnya.
Sementara, sidang terdakwa Ratna akan dilanjutkan pada Selasa (12/3/2019) pekan depan dengan agenda penyampaian tanggapan dari JPU atas eksepsi kuasa hukum terdakwa.