JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta Benni Aguscandra memastikan, sistem perizinan online milik Pemprov DKI, yakni JakEVO, dibuat bukan untuk menyaingi sistem perizinan Online Single Submission (OSS).
Terlebih, JakEVO diluncurkan sebelum ada OSS.
Dengan adanya OSS, Benni menyebut Pemprov DKI justru akan mengintegrasikan JakEVO dengan aplikasi yang digagas pemerintah pusat itu.
"JakEVO telah ada terlebih dahulu, JakEVO di-launching tanggal 7 Mei 2018 sebelum hadirnya OSS yang dikelola oleh Kemenko Perekonomian," ujar Benni melalui keterangan tertulis, Kamis (14/3/2019).
"Hal ini kemudian membuat JakEVO telah memiliki database perizinan/non-perizinan dan pemohon izin/non-izin yang cukup banyak, maka membutuhkan waktu untuk terintegrasi dengan OSS," tambahnya.
Baca juga: Pemprov DKI Belum Jalankan Sistem Perizinan Online Pemerintah Pusat
Benni menyampaikan, integrasi dengan OSS diperlukan agar warga Jakarta yang sudah mengajukan perizinan melalui JakEVO tidak mengulang kembali proses perizinan yang sama saat menggunakan OSS.
JakEVO memiliki fitur folder berkas sehingga pemohon tidak perlu berulang kali mengunggah berkas persyaratan untuk izin yang berbeda.
JakEVO juga dilengkapi fitur peta digital sehingga sudah terintegrasi dengan rencana detail tata ruang (RDTR) Jakarta. Fitur ini berfungsi untuk melegalkan kegiatan usaha sekaligus mengendalikan tata ruang Ibu Kota.
"JakEVO sudah dilengkapi fitur peta digital yang telah disesuaikan dengan RDTR di mana izin yang tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang tidak akan terbit," tutur Benni.
"Fitur tersebut yang saat ini sedang berusaha diintegrasikan dengan sistem OSS," lanjutnya.
JakEVO dan website pelayanan.jakarta.go.id, lanjut Benni, saat ini melayani 269 jenis izin/non-izin di menjadi kewenangan DPMPTSP DKI Jakarta.
Benni memastikan JakEVO tidak akan mengambil alih fungsi OSS karena izin/non-izin tersebut merupakan wewenang pemerintah daerah.
Pemprov DKI juga berkomitmen mendukung kemudahan izin berusaha dan berinvestasi yang sedang dibangun pemerintah pusat, termasuk upaya untuk meningkatkan peringkat Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia.
Hingga kini, Pemprov DKI dan pemerintah pusat masih terus berkoordinasi mengintegrasikan dua sistem perizinan online itu, termasuk untuk mengatasi kendala teknis dalam integrasi tersebut. Karena itu, Pemprov DKI belum bisa menjalankan OSS di Jakarta.
"DPMPTSP DKI Jakarta berkomitmen meningkatkan peringkat kemudahan berusaha atau EoDB Indonesia di mata dunia melalui dedikasi sepenuh hati, mewujudkan pelayanan publik yang prima di Jakarta," ucap Benni.
Sebagai informasi, laporan Bank Dunia yang berjudul "Doing Business 2019: Training to Reform" menempatkan Indonesia pada peringkat ke-73 dari 190 negara dalam kemudahan berusaha di tahun 2019.
Baca juga: OSS Upgrade Diluncurkan Pekan Depan, Apa Bedanya?
Dari 10 indikator EoDB yang dinilai Bank Dunia, peringkat Indonesia turun di empat bidang dan naik di enam lainnya.
Indikator yang mengalami penurunan peringkat adalah dealing with construction permit (dari 108 menjadi 112), protecting minority investors (dari 43 menjadi 51), trading across borders (dari 112 ke 116), dan enforcing contracts (dari 145 ke 146).
Sementara itu, tiga indikator yang mencatatkan kenaikan peringkat tertinggi dalam laporan tahun ini dibandingkan tahun lalu adalah starting a business (dari 144 ke 134), registering property (dari 106 ke 100), dan getting credit (dari 55 ke 44).
Pemprov DKI jakarta dan Pemerintah Kota Surabaya menjadi obyek penilaian di tingkat daerah sebagai perwakilan Indonesia, terutama berkontribusi terhadap penilaian dua indikator, yaitu starting a business dan dealing with construction permits dengan bobot penilaian 78 persen di Jakarta dan 22 persen di Surabaya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.