Ketika bioskop berhenti beroperasi, ia masih diperbolehkan menempati sebuah ruangan 3x4 meter di samping ruangan bioskop Grand 1 oleh sang pemilik.
"Walaupun bioskop telah berhenti beroperasi, saya masih diperbolehkan tinggal di sini. Disuruh merawat saja sama pemiliknya, kan, di sini masih ada mobil-mobil milik anaknya Bapak Solehudin (pemilik bioskop). Mereka masih sering datang setiap enam bulan sekali atau tiga bulan sekali," ujar Danny.
Oleh karena itu, ia menyambung hidup dengan berjualan DVD.
Baca juga: Menanti Beroperasinya Bioskop Rakyat di Teluk Gong
"Ya, DVD itu dijual murah hanya Rp 5.000-Rp 10.000. Saya juga tinggalnya sendiri, jadi kerjanya cukup menjual DVD saja," katanya.
Di dalam kamarnya, Danny menyimpan dua proyektor analog film dan tiga roll film berjudul "Jamila dan Sang Presiden", "Benyamin Biang Kerok", dan "Cintaku di Rumah Susun".
Kertas putih ditempel di tembok ruangan yang digunakan sebagai layar pemutar film.
Baca juga: Harapan Pedagang dan Tukang Becak atas Dibukanya Bioskop Rakyat...
Danny mengaku sering memutar film koleksinya ketika merasa bosan.
"Sekalian nostalgia nonton film pakai proyektor. Merawat (proyektor) juga enggak susah kok, cukup dibersihkan saja. Roll filmnya juga cukup diletakkan di ruangan dingin, di sini, kan, sudah ada kipas angin," kata Danny.
"Hanya dengan ini saya mempertahankan kecintaan saya terhadap film dan bioskop," ujarnya.
Baca juga: Bekraf Ajak Investor Bangun Bioskop Rakyat
Sebelumnya ia mempunyai puluhan judul koleksi film di kamarnya tersebut.
Sayangnya, film-film tersebut telah dijual kepada kolektor film.
"Film-film lainnya sudah saya jual kepada kolektor film. Harga jualnya bervariasi sekitar Rp 300.000-Rp 400.000 per film," ujar Danny.
Baca juga: Harga Tiket Bioskop Rakyat di Teluk Gong Tak Lebih dari Rp 25.000