JAKARTA, KOMPAS.com - Pembajakan truk tangki Pertamina oleh para awak mobil tangki (AMT) di lapangan Monas pada Senin (18/3/2019) lalu berujung pidana.
Polisi telah menetapkan lima tersangka berinisial N, TK, WH, AM, dan M.
Sedangkan 12 orang lainnya yang diduga turut terlibat dalam pembajakan yakni D, A, AF, DA, AR, T, AL, S, NS, A, SP, dan B masih dalam pengejaran polisi.
Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum ( LBH) Jakarta Nelson Nikodemus menyebut ada yang janggal dengan penangkapan Awak Mobil Tangki (AMT) Pertamina yang dilakukan pihak kepolisian.
Baca juga: Penetapan Tersangka Pendemo yang Bajak Truk Tangki Pertamina Dinilai Janggal
Nelson mengatakan, awalnya pihak kepolisian mendatangi Pos Buruh AMT Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara dengan alasan akan membantu menyelesaikan masalah buruh AMT.
Petugas kemudian mengajak Ketua Buruh AMT Wuryatmo untuk mengobrol di Polres Jakarta Utara serta mengajak sembilan orang lainnya untuk ikut mengawal.
Namun sesampainya di Polres, ponsel sepuluh orang AMT tersebut disita dan dilakukan pemeriksaan sebagai saksi dan tersangka.
"Dalam proses pemeriksaan pada malam hari, kepolisian juga melakukan intimidasi kepada para buruh yang sedang dilakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan)," kata Nelson di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (19/3/2019).
Menurutnya, pasca-ditetapkannya dua orang AMT sebagai tersangka pada Senin kemarin, aparat kepolisian terus melakukan penangkapan sewenang-wenang kepada buruh lainnya.
"Bagi kami ini merupakan upaya menebar teror kepada para buruh dan keluarganya yang sedang memperjuangkan hak mereka, nasib anak istri mereka dengan menuntut pengangkatan mereka sebagai pekerja tetap setelah 20 tahun bekerja sebagai AMT di PT Pertamina Patra Niaga," jelasnya.
Ia menambahkan, hingga kini surat perintah penangkapan dan tembusannya kepada keluarga tidak diberikan sehingga keluarga tidak tahu para buruh yang ditangkap berada di mana.
Tak hanya janggal dalam penetapan tersangka, LBH Jakarta menilai aparat Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Utara menghalangi pemberian bantuan hukum kepada para AMT yang ditangkap.
Baca juga: LBH Jakarta Akan Laporkan Polisi yang Halangi Pendampingan Hukum Awak Mobil Tangki Pertamina
Nelson menyebut, para buruh yang ditangkap belum bisa bertemu penasihat hukum, meskipun sudah menandatangani surat kuasa.
"LBH mencatat sudah 14 orang ditangkap secara sewenang-wenang oleh kepolisian tanpa adanya surat penangkapan. Menurut info, mereka ditahan di Unit Resmob Polda Metro Jaya, dan dua orang statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka atas Pasal 365 dan 368 KUHP," ujar Nelson.
Menurutnya, penghalangan tersebut ditunjukkan melalui tindakan fisik dan verbal oleh para polisi.
"Penghalangan tersebut ditunjukkan melalui tindakan fisik dan verbal berupa dorongan dan teriakan dari anggota Kepolisian Jakarta Utara di Satuan Reskrim Polres Jakarta Utara," kata dia.
Tindakan ini bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan saksi dan tersangka berhak didampingi kuasa hukum selama proses pemeriksaan.
Tindakan ini juga dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Atas kejanggalan dan penghalangan pendampingan hukum oleh polisi, LBH Jakarta akan melaporkan petugas Polres Metro Jakarta Utara kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri.
Baca juga: LBH Jakarta Sebut Polisi Halangi Pendampingan Hukum untuk Pembajak Truk Pertamina
"Tentu saja (penghalangan) adalah pelanggaran hukum dan pelanggaran etik kepolisian ya. LBH Jakarta akan melaporkan petugas-petugas dari kepolisian ini ke Propam Mabes Polri atau Propam Polda Metro Jaya. Kami lihat nanti kami akan ke mana," ucapnya.
Penghalangan pendampingan hukum kepada buruh AMT yang ditangkap menyalahi prinsip negara dan mengabaikan hak asasi manusia.
Apalagi, kata dia, hal tersebut dilakukan oleh petugas kepolisian yang merupakan penegak hukum.
"Karena sampai sekarang tidak bisa ketemu dengan teman-teman yang ditangkap dan ditahan, padahal prinsip-prinsip bantuan hukum dan prinsip praduga tak bersalah ada dalam hak asasi manusia UUD 1945," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.