JAKARTA, KOMPAS.com - Digagas sejak 1985, Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta akhirnya diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Minggu (24/3/2019).
Kehadiran MRT diharapkan tak sekadar menambah moda transportasi umum Ibu Kota, tetapi juga mengubah budaya warga menjadi lebih baik.
Dengan MRT, warga diharapkan bisa lebih tepat waktu karena jadwal kedatangan kereta yang tepat waktu.
Baca juga: Masih Enggak Percaya Indonesia Punya MRT, Maju seperti Negara Luar
Sebab, pengoperasian kereta MRT dilakukan semiotomatis dari pusat pengendalian kereta atau communication based train control.
Selain itu, kehadiran MRT yang modern, aman, dan nyaman, diharapkan mampu mendorong masyarakat beralih ke angkutan umum.
MRT yang dibangun baru sampai pada fase I. Jalur MRT fase I terbentang 16 kilometer dari Lebak Bulus, Jakarta Selatan hingga Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.
Ada 13 stasiun yang dibangun dalam fase I itu. Hampir semua stasiun MRT terintegrasi dengan angkutan umum lainnya, mulai dari metromini, kopaja, hingga transjakarta.
Baca juga: MRT Lebak Bulus-HI Rp 8.500, Tarif Antarstasiun Masih Dihitung
Dalam rapat yang digelar DPRD DKI dan Pemprov DKI pada Senin (25/3/2019), Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menetapkan, tarif MRT Rp 8.500 dari Stasiun Lebak Bulus ke Stasiun Bundaran HI.
Angka itu merupakan titik tengah antara tarif yang diusulkan Pemprov DKI dan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ).
Selebihnya mengenai seluk beluk MRT, Anda dapat menemukannya dalam Visual Interaktif Kompas (VIK): MRT yang Mengubah Jakarta.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.