JAKARTA, KOMPAS.com - Kampung Apung di Kelurahan Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, yang dihuni 200 kepala keluarga (KK) berdiri di atas genangan air.
Saat Kompas.com berkeliling pemukiman di RT 010 RW 001 pada Kamis (28/3/2019), tampak beberapa pemuda berkumpul di sebuah rumah.
Rumah bercat hijau muda tersebut ditempel kutipan-kutipan pada bagian dinding, salah satunya kutipan Presiden pertama Indonesia Soekarno yang bertuliskan, "beri aku sepuluh pemuda, akan kuguncang dunia".
Baca juga: Curhat Warga Kampung Apung yang Puluhan Tahun Tinggal di Atas Genangan Air...
Rumah tersebut menjadi tempat berkumpul komunitas Kampung Apung yang dikelola para remaja setempat.
"Ini terbentuknya tahun 2008, memang dibuat untuk mewadahi aktivitas anak muda di sini, seperti belajar, ngaji, sampai main game bersama-sama," ujar Ketua Komunitas Kampung Apung Irvan Rifai (22), di Kampung Apung, Jakarta Barat, Kamis.
Di dalam komunitas ini terdapat empat bidang sesuai perannya masing-masing, yakni bidang pendidikan, sosial, lingkungan, seni dan jasmani kreatif.
Baca juga: Suara dari Kampung Apung yang Masalahnya Tak Kunjung Rampung
"Bidang pendidikan ada program bimbingan belajar dan perpustakaan. Bidang lingkungan akan usahakan penghijauan untuk menggunakan pot gantung dengan menggunakan barang bekas," katanya.
Sementara itu, untuk bidang jasmani kreatif, para pengurus mengajak anak-anak Kampung Apung bermain di lapangan di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, setiap pekannya.
"Ya meski jauh, kami ajak mereka main ke PIK, di sana ada lapangan, mereka bisa olahraga bareng. Minggu malamnya ada kegiatan marawis," ujar Irvan.
Baca juga: Harapan Warga Kampung Apung kepada Pemprov DKI
Sementara itu, anggota yang membawahi bidang sosial memiliki program memberikan santunan kepada warga yang membutuhkan.
"Kami punya prinsip memberi santunan untuk warga tanpa meminta warga. Jadi kami pakai uang hasil budidaya ikan lele dan ternak bebek," ujar Feizal.
Baca juga: Mengenal Kampung Apung yang Dulunya Seindah Kawasan Pondok Indah
Meski demikian, kampung yang kerap terendam banjir membuat budidaya lele terhambat.
"Kalau air pas naik dan banjir, bibit lelenya hilang. Ya karena di sini juga sering banjir, jadi sekarang lagi mau kami mulai dari nol lagi," katanya.
Baca juga: Era Jokowi, Ahok, Lanjut Djarot, Nasib Kampung Apung Masih Murung
Mereka rata-rata berusia 20 tahun dan sedang menjalankan kuliah maupun bekerja.
Di balik segala kesibukannya, para pengurus tetap mengaku peduli dengan kondisi tempat tinggal mereka.
"Kalau bukan generasi mudanya yang mengurus kampung terus siapa? Kami di sini ikhlas berorganisasi demi membantu pertumbuhan generasi di bawah kami. Ya seperti ini kampung kita, ketimbang cuma ngeluh, mending lakuin yang kami bisa," ujar Irvan menambahkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.