JAKARTA, KOMPAS.com - Terungkap fakta baru dalam persidangan ketujuh terdakwa kasus penyebaran berita bohong atau hoaks oleh Ratna Sarumpaet yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/4/2019).
Sidang yang beragendakan pemeriksaan saksi yang diajukan tim jaksa penuntut umum (JPU) itu menghadirkan empat saksi.
Tiga saksi merupakan anggota polisi yang mengawal aksi unjuk rasa terkait penganiayaan Ratna di Polda Metro Jaya pada 3 Oktober 2018. Mereka adalah Andika, Yudi Andrian, dan Eman Suherman.
Sementara itu, satu saksi lainnya adalah Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais.
Saksi Andika menyebut, pernah ada aksi unjuk rasa yang digelar oleh Aliansi Lentera Muda Nusantara di depan Polda Metro Jaya. Aksi itu diikuti sekitar 20 orang peserta.
Baca juga: Saksi Sebut Pernah Ada Unjuk Rasa Tuntut Penganiaya Ratna Sarumpaet Ditangkap
"Saya menjaga aksi unjuk rasa pada tanggal 3 Oktober 2018 sekitar pukul 11.40 WIB," kata Andika di PN Jakarta Selatan, Kamis.
Menurut Andika, aksi unjuk rasa itu menuntut aparat kepolisian untuk menangkap pelaku penganiayaan kepada aktivis Ratna Sarumpaet. Mereka juga meminta polisi untuk bersikap tegas dalam menangkap dan mengadili pelaku.
"Setelah berlangsung beberapa menit, empat perwakilan unjuk rasa diterima pimpinan untuk menyampaikan aspirasi," kata Andika.
Sementara itu, saksi lainnya yakni Eman Suherman menyebut aksi unjuk rasa itu digelar tanpa adanya izin dari aparat kepolisian.
Baca juga: 5 Kesaksian Amien Rais dalam Sidang Kasus Hoaks Ratna Sarumpaet
"Pada tanggal 3 Oktober 2018, ada aksi unjuk rasa di depan Polda Metro Jaya, tetapi tidak ada lapor. Kalau dalam istilah kami disebut tidak ada izin," kata Eman.
Aksi unjuk rasa yang digelar selama dua jam itu diwarnai aksi pembakaran ban di badan Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, hingga menyebabkan kemacetan.
"Saat tiba di lokasi, ada pembakaran ban. Itu menyebabkan kemacetan," ujar Eman.
Peserta aksi pun langsung membubarkan diri tanpa adanya perlawanan kepada aparat kepolisian yang mengamankan.
Namun, tuntutan peserta aksi tidak dapat terpenuhi lantaran terungkapnya fakta bahwa penganiayaan yang menimpa Ratna Sarumpaet hanyalah kebohongan semata.
Akibat perbuatannya menyebarkan berita bohong atau hoaks, Ratna didakwa dengan Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.
Jaksa juga mendakwa Ratna dengan Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45 A ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.