JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah menata koridor Sudirman-Thamrin, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bakal menata kawasan Kemang. Masyarakat yang selama ini harus membawa kendaraan pribadi atau naik taksi untuk bisa melancong ke Kemang nanti bisa leluasa berjalan kaki.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, kendaraan pribadi tak perlu membuat Kemang macet lagi. Anies memastikan pihaknya akan mempriotitaskan pejalan kaki ketimbang melebarkan jalan untuk kendaraan.
"Jadi Kemang nanti lebar jalannya itu dengan lebar untuk pejalan kaki relatif besar pejalan kakinya," ujar dia pada 1 April 2019.
Anies bahkan mengatakan bakal ada shuttle yang mengelilingi Kemang sehingga pelancong bisa bebas berpindah dari satu tempat ke tempat lain tanpa kerepotan.
Baca juga: Selain Kemang, Kawasan Casablanca Juga Akan Ditata
"Nanti ada rekayasa lalu lintas, kemudian ada shuttle yang berputar terus-menerus sehingga orang tidak harus masuk ke dalam kawasan," kata Anies.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan, setelah penataan, kawasan Kemang nantinya hanya bisa dimasuki kendaraan warga yang berstiker. Hanya kendaraan warga dan shuttle bus yang boleh melintas Kemang.
Sebab, meski Jalan Kemang Raya merupakan pusat niaga, masih banyak rumah tinggal di sana.
"Di Kemang banyak warga," ujar Hari ditemui di DPRD DKI Jakarta, Senin (8/4/2019).
Baca juga: Penataan Arus Lalu Lintas di Kemang Akan Diubah
Sebelum berubah menjadi kawasan yang sarat hiburan, Kemang tadinya memang menjadi salah satu permukiman hijau di selatan Jakarta.
Dikutip dari buku Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe (2001) karya Alwi Shihab, pada 1960-an Kemang tak dianggap oleh Pemprov DKI Jakarta. Kemang hanyalah sebuah desa yang merupakan bagian dari Kelurahan Bangka, Jakarta Selatan.
Pada masa Betawi tempo dulu, Kemang merupakan daerah udik yang disebut "Betawi pinggiran". Daerah ini menghasilkan buah-buahan dan jadi pusat peternakan sapi. Namun, lambat laun tanah-tanah Betawi yang hijau dan subur itu disewakan dan dijual untuk tempat tinggal ekspatriat.
Baca juga: Langgar GSB, Pelaksana Proyek Relakan Hotel di Kemang Dibongkar
Willard A Hanna, Direktur Kantor Penerangan AS (USIS) dalam bukunya berjudul Hikayat Jakarta (1988) menulis, "Akhir-akhir ini Kebayoran dikalahkan oleh pembangunan kota-kota satelit baru, yang lebih mewah, seperti Kemang dan Pertamina Village di Kuningan."
Dalam bukunya yang lain, Betawi Queen of the East (2004), Alwi Shahab menyebut, sejak masyarakat asing hadir di Kemang, galeri seni rupa, benda antik, kafe, restoran cepat saji, restoran tradisional, dan restoran Barat tumbuh subur.
Baca juga: Anies Sebut Kemang Akan Ditata seperti Sudirman-Thamrin
Ia menulis, "Restoran yang tadinya hanya sebagai tempat makan berkembang menjadi pub yang menyadikan musik hidup. Bangunannya pun amat khas. Jika tidak bergaya mediterania, gedung dibangun dengan arsitektur Bali, Jawa atau Betawi."