Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vox Pop Pembatasan Mobil di Kemang: Ini Kan Jalan Umum, Bukan Kompleks

Kompas.com - 10/04/2019, 11:32 WIB
Walda Marison,
Ana Shofiana Syatiri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, khususnya Jakarta Selatan, melarang kendaraan non-warga Kemang masuk ke kawasan Kemang menuai banyak reaksi.

Ada yang pro dan ada juga yang menolak kebijakan ini. Salahsatunya yang menanggapi baik rencana ini adalah Eli (24), seorang pekerja di Kemang. Kepada Kompas.com, Eli mengaku setuju dengan tujuan regulasi ini yakni membudayakan berjalan kaki.

Namun ada beberapa catatan yang harus diperhatikan pemerintah.

"Sebenarnya idenya bagus, cuman lihat dulu sasarannya itu siapa. Kan di sini untuk jalanan umum, mau jalan kaki di sini belum aman banget. Lihat saja trotoar yang sekecil itu. Kalau misalnya fasilitas belum memadai, jangan dipaksain," ujarnya saat ditemui di depan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia di Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (9/3/2019).

Baca juga: Setelah Sudirman, Selanjutnya Giliran Kemang...

Lain hal dengan Galih (23). Pegawai Bank ini menilai kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan kesan eksklusivitas untuk warga Kemang sendiri. Pasalnya hanya kendaraan penduduk Kemang saja yang diperbolehkan berlalu lalang di sepanjang jalan.

"Mungkin untuk warga luar yang bukan warga Jakarta Selatan bisa menganggap seperti ada kesan eksklusivitas untuk warga Kemang. Tapi kalau memang tujuannya pemerintah bikin kaya percontohan kawasan Kemang, misalnya, buat mendukung pejalan kaki, itu bagus sih," ujarnya.

Dia juga berharap ada regulasi khusus untuk internal warga Kemang agar tidak memiliki lebih dari satu kendaraan dalam satu keluarga.

"Kalau bisa orang yang asli Kemang pemakaian satu mobil untuk satu keluarga. Tapi kalau satu kepala keluarga punya tiga anak masing masing punya mobil kan sama saja," katanya.

Baca juga: Nantinya, Hanya Kendaraan Penghuni Berstiker yang Boleh Masuk Kemang

Berbeda dengan Gilang dan Eli, Jo selaku pengemudi ojek online bereaksi keras terkait regulasi ini. Dia menilai jika jalan Kemang bukan milik pribadi.

"Ya nggak setujulah karena kan ini jalannya umum, bukan jalan pribadi. Kecuali Kalau kompleks bisa dimaklumi," katanya saat ditemui di salah satu warung kopi kawasan Kemang.

Kebijakan tersebut juga dapat mengancam pekerjaannya sebagai pengemudi ojek online. Penghasilannya bisa berkurang jika tidak mengantar jemput penumpang di kawasan Kemang.

Kondisi Trotoar Kawasan Kemang Jakarta Selatan, Selasa (9/4/2019)KOMPAS.COM/WALDA MARISON Kondisi Trotoar Kawasan Kemang Jakarta Selatan, Selasa (9/4/2019)
"Pencaharian saya jelas berkurang. Sedangkan antar jemput penumpang paling ramai di sini. Apa lagi jam jam sibuk," tuturnya.

Dia berharap pemerintah mau mempertimbangkan kembali untuk memberlakukan regulasi itu.

"Walaupun saya warga sini, saya kurang setuju karena kasihan teman-teman ojol yang lainlah," ucapnya.

Baca juga: Anies Sebut Kemang Akan Ditata seperti Sudirman-Thamrin

Sebelumnya, Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengatakan, setelah penataan, kawasan Kemang, Jakarta Selatan, nantinya hanya bisa dimasuki kendaraan warga yang berstiker.

Hanya kendaraan warga dan shuttle bus yang boleh melintas Kemang.

"Nanti akan dibuat stiker atau kode. Kalau enggak ada, enggak boleh," kata Hari ditemui di DPRD DKI Jakarta, Senin (8/4/2019).

Pengunjung di Kemang akan didorong untuk naik shuttle maupun berjalan kaki. Trotoar di Kemang bakal diperlebar sehingga masyarakat nyaman berjalan kaki.

"Kantong parkir akan dicari juga. Biar orang jalan kaki. Kalau enggak mau capai pakai shuttle bus," ujar Hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com