JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya pengendalian banjir di bawah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuai tanya dari sejumlah pemangku kepentingan.
Anies menggunakan istilah naturalisasi sebagai alternatif dari normalisasi sungai yang dilakukan di era sebelumnya.
Istilah itu pertama diungkapkannya pada 7 Februari 2018 ketika ditanya apakah ia akan melanjutkan normalisasi sebagai pengendali banjir.
Namun setahun setelah dicetuskan, pihak Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang berwenang atas 13 sungai yang melintasi Jakarta, masih tak paham dengan istilah itu.
"Beberapa kali saya sudah bilang sama beliau (Anies), beberapa kali Pak Dirjen (SDA) ngundang pemda, enggak ada yang dateng. Kita mau tanya, yang dimaksud naturalisasi sama DKI itu opo? Kita undang dua kali, yang dateng stafnya, staf yang enggak ngerti," ucap Menteri Kementerian PUPR Basuki Hadimuljono, Jumat (29/3/2019).
Baca juga: Basuki Tak Paham Konsep Naturalisasi Sungai Jakarta
Begitu pula dengan anggota DPRD DKI yang berkuasa atas anggaran untuk melaksanakan program.
"Kalau yang dimaksud naturalisasi ini apa? Mohon dijawab itu, jangan-jangan di pikiran kita Michael Owen mau pindah gitu ya?" tanya anggota Komisi D DPRD DKI Bestari Barus pada Selasa (9/4/2019).
"Kalau banyak orang tanya (naturalisasi), karena semua referensi Google ini lebih banyak soal sepak bola, saya susah juga cari naturalisasi yang keluar statement Pak Anies," tambah dia.
Baca juga: Rencana Naturalisasi Sungai DKI yang Dipertanyakan...
Kepastian soal naturalisasi baru saja secara sah dirumuskan Anies pada 1 April 2019. Ia menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.
Pasal 1 pergub tersebut menjelaskan, "Konsep naturalisasi adalah cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, serta konservasi."
Adapun yang dimaksud dengan prasarana sumber daya air adalah bangunan air berserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung meliputi kali, saluran, sungai, waduk, situ dan, embung.
Kemudian di Pasal 3 dijabarkan, "Peraturan Gubernur ini bertujuan (a) meningkatkan daya dukung prasarana sumber daya air sebagai upaya pengendalian banjir; (b) konservasi sumber daya air berserta ekosistemnya; dan (c) peningkatan kualitas lingkungan hidup."
Baca juga: Anies Terbitkan Pergub Naturalisasi Sungai
Kebijakan umum yang pertama, seputar aspek penataan ruang terbuka hijau (RTH). Aspek ini meliputi penataan lansekap dalam batas garis sempadan. Kemudian, penataan lahan basah sebagai bentuk perbaikan ekosistem pada prasarana sumber daya air. Terakhir, pembangunan RTH dalam batas garis sempadan.
Adapun yang dimaksud dengan garis batas sempadan dalam pergub yakni garis maya di kiri dan kanan palung kali, sungai, saluran, waduk, situ, atau embung yang ditetapkan sebagai batas perlindungan kali, sungai, saluran, waduk, situ, atau embung.
Kebijakan umum yang kedua, penyediaan prasarana dan sarana umum yang meliputi, "jalan akses masuk; pagar pengaman; jembatan; dermaga; lampu penerangan; dan/atau prasarana dan sarana umum lainnya," seperti bunyi Pasal 5 ayat (3).
Baca juga: Naturalisasi, Bantaran Sungai Akan Ditanami Umbi-umbian
Kebijakan umum ketiga yakni aspek pengelolaan sumber daya air dan sanitasi. Kebijakan itu meliputi (a) pengelolaan sarana dan prasarana sumber daya air untuk menghidupkan kembali ekosistem pada prasarana sumber daya air, dan (b) pengolahan air limbah domestik dan industri di kawasan prasarana sumber daya air.
Kebijakan umum keempat, soal ekologi lingkungan yang merupakan, "Pelestarian flora dan fauna yang hidup di prasarana sumber daya air melalui penyediaan bibit untuk menghidupkan kembali ekosistem.
Selanjutnya, kebijakan umum kelima mengenai pengelolaan sampah dan pemantauan kualitas air. Aspek itu meliputi pengelolaan sampah dan pemantauan kualitas air sehingga sesuai dengan standar baku mutu air.
Terakhir, kebijakan umum keenam terkait pemberdayaan masyarakat. Bunyi pasalnya: (a) peningkatan peran masyarakat dalam pelestarian ekosistem pada prasarana sumber daya air; dan (b) pengembangan sektor pariwisata maupun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masyarakat pada kawasan prasarana sumber daya air.
Baca juga: Naturalisasi Sungai DKI Tetap Memungkinkan Betonisasi
Kemudian, pasal 8 menjelaskan pembangunan dengan konsep naturalisasi dilakukan di lokasi dengan kriteria:
(a) kapasitas optimal tampungan untuk pengendalian banjir terpenuhi; (b) lahan merupakan aset Pemda dan/atau dikelola oleh Pemda; (c) lokasi berada di pusat kota atau tengah lingkungan permukiman; dan (d) telah ditetakan penetapan lokasi sebagai prasarana sumber daya air.
Baca juga: Kirim Surat ke Kementerian PUPR, Anies Minta Dukungan untuk Naturalisasi
Adapun untuk revitalisasi, kurang lebih punya kriteria yang sama. Bedanya, tak ada kriteria lahan milik aset pemda. Selain itu, ada kriteria prasarana sumber daya air telah terbangun dan luas area mencukupi untuk penataan lansekap.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah berperan sebagai fasilitator. Pembangunannya melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti badan usaha; akademisi; praktisi; lembaga swadaya masyarakat; dan pihak-pihak terkait lainnya yang turut terlibat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.