JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Bambang Hidayah menyebut, ada kendala yang bakal dihadapi pihaknya jika mengikuti konsep naturalisasi yang diinginkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kendala yang utama, kebutuhan lahan yang luas untuk pelebaran kali dan bantarannya.
Kapasitas kali di Jakarta sudah tak ada yang ideal karena diduduki bangunan-bangunan ilegal. Bambang menyebut dalam konsep naturalisasi, sungai tetap harus dilebarkan.
Baca juga: Naturalisasi Sungai yang Dimaksud Anies Sudah Dikerjakan BBWSCC
Ia menyitir Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi yang diterbitkan Anies.
"Ini pasal 8 dari pergub disebut konsep naturalisasi dilaksanakan dengan memperhatikan sebagai berikut, kapasitas optimal tampungan untuk pengendalian banjir terpenuhi," ujar dia ditemui di Kantor Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Selain dibutuhkan untuk pelebaran sungai, lahan dibutuhkan untuk bantarannya.
Bambang menyebut, bisa saja sungai yang ada di Jakarta tak dipasangi tanggul beton. Namun, bantarannya harus lebih luas dari pekerjaan normalisasi yang dikerjakan selama ini.
"Kalau dipaksakan naturalisasi kan gedung-gedung, kantor yang ada apa harus dibongkar? Misal lebarnya hanya 20 meter, ada gedung-gedung, hotel, apa kita rubuhkan? Kan enggak mungkin," ucap Bambang.
Selain itu, sungai bisa dibiarkan tanpa beton apabila bentuk penampangnya trapesium atau seperti lereng.
Sayangnya, penampang sungai yang ada di Jakarta umumnya berbentuk tegak lurus dari dasar dengan bangunan-bangunan ilegal yang justru menjorok ke kali.
"Idealnya bentuk sungai itu trapesium, ini dasar saluran terus miring. Kalau miring enggak boleh pakai sheetpile, itu pemborosan, karena itu membutuhkan tanah yang lebih lebar," ujar Bambang.
Baca juga: Jangan Bandingkan Normalisasi dan Naturalisasi!
Setidaknya, kata Bambang, dibutuhkan ruang ke kanan-kiri bantaran kali sebesar 65 meter agar naturalisasi yang diinginkan Anies bisa terlaksana.
Jika bentuknya tidak trapesium, menurut Bambang, dibutuhkan tanggul beton untuk mencegah longsor.
"Jadi kalau (lebarnya) cuma 15 meter bagaimana mau nampung? Hujan besar tetap saja akan terbawa rumah-rumah itu, akan banjir," ujar dia.
Kepastian soal naturalisasi baru saja dirumuskan Anies pada 1 April 2019.
Ia menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air Secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.
Pasal 1 Pergub tersebut menjelaskan, "Konsep naturalisasi adalah cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau (RTH) dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, serta konservasi."
Baca juga: Masih Bingung Apa Itu Konsep Naturalisasi ala Gubernur DKI? Simak Isi Pergubnya...
Adapun setahun lalu, Anies mengungkapkan memilih menggunakan beronjong atau batu-batu sebagai penahan sungai ketimbang betonisasi.
Anies menyebut, penggunakan batu beronjong tak seperti pembetonan yang membuat ekosistem air tidak bisa hidup.
Penggunaan batu beronjong ini selain ketahananya yang lebih baik, juga membantu perkembangan biota air di sekitar sungai.
"Kalau dipasang beton maka biota air enggak bisa hidup di situ. Kalau dipasang batu bronjong maka di situ bisa jadi sarang tumbuhnya biota air."
"Jadi inilah contoh pendekatan natural yang dilakukan di tempat ini," ujar Anies saat meninjau perbaikan jalan dan dinding tembok di bibir sungai Kampung Berlan, 16 Februari 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.