Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koptul, Racikan Kopi Teman Tuli untuk Perjuangkan Kesetaraan

Kompas.com - 08/05/2019, 11:26 WIB
Vitorio Mantalean,
Dian Maharani

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kopi Tuli. Ditilik dari namanya, penggalan kata “tuli” di dalamnya  menyiratkan bahwa kedai kopi satu ini punya kaitan dengan tunarungu.

Memang demikian adanya. Kedai Kopi Tuli atau disingkat Koptul memang dijalankan oleh teman-teman tuli, mulai dari kasir sampai baristanya. Tak berhenti sampai di sana, Koptul yang lahir pada 12 Mei 2018 ini pun didirikan oleh tiga orang anak muda tunarungu.

Putri Sampaghita Trisnawinny Santoso (28) ialah salah satu pendirinya. Putri dan dua rekan lain, Adhika Prakoso dan Erwin Syah Putra, memang sengaja menjadikan keterbatasan mereka sebagai identitas bisnis yang mereka besarkan.

Baca juga: Cerita Para Relawan Memopulerkan Bisindo, Bahasa Isyarat untuk Teman Tuli

Bisnis kedai kopi yang tengah menjamur belakangan ini di kota-kota besar coba dimanfaatkan Putri, Adhika, dan Erwin buat menyelipkan agenda-agenda perjuangan kesetaraan bagi teman-teman disabilitas, setidaknya untuk para penggemar kopi.

“Yang senang kopi, orang yang suka ngobrol, senang literasi. Kopi adalah media komunikasi, sementara tujuan Koptul berdiri adalah menjembatani teman dengar dengan teman tuli melalui komunikasi bahasa isyarat,” ucap Putri ketika ditemui Kompas.com di Koptul cabang Duren Tiga, Selasa (7/5/2019), soal alasannya memilih bisnis kedai kopi.

Kasir hingga barista tuli

Untuk memesan kopi, pengunjung mau tak mau memang harus berinteraksi dengan staf kedai yang seluruhnya tuli. Pengunjung tak perlu risau, sebab mereka terbiasa membaca gerak bibir lawan bicara dan sanggup menanggapi secara lisan juga.

Baca juga: Desa Bengkala di Bali, Tempat Ternyaman bagi Mereka yang Tuli..

Namun, guna menekan potensi miskomunikasi, Putri dan kolega telah menyiasatinya dengan membubuhkan bahasa isyarat di setiap menu.

“Kesulitan pasti ada. Misalkan, teman tuli akan kesulitan memahami keinginan pengunjung kalau pengunjung bicaranya terlalu cepat, karena teman tuli membaca dari bibir,” jelas perempuan yang akrab dipanggil Thie ini.

Mulai dari memesan kopi, hingga membayar di kasir, pengunjung akan berinteraksi dengan teman-teman tuli.

Kedai kopi Kopituli di bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kedai ini digerakkan oleh pegawai yang seluruhnya tunarungu.KOMPAS.com/Vitorio Mantalean Kedai kopi Kopituli di bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Kedai ini digerakkan oleh pegawai yang seluruhnya tunarungu.
Kopi dan minuman lain yang dijajakan di Koptul pun memiliki nama yang unik, seperti Kosu Koso, Daun Susu, Marmer Hitam, atau Kopi Awan. Nama-nama yang memantik rasa penasaran ini, lanjut Putri, juga sengaja dirancang demi mendorong pengunjung berinteraksi dengan teman tuli.

“Biar ada penasaran, apa sih itu ‘kopi awan’ atau ‘daun susu’, kenapa enggak tulis ‘greentea’ saja? Biar ada pertanyaan, interaksi. Karena memang itu tujuan Koptul, menjembatani teman dengar dengan teman tuli,” katanya.

Baca juga: Anies Janji Libatkan Komunitas Tuli untuk Buat Kebijakan

Keunikan lainnya terdapat pada kemasan gelas Koptul yang tertera bahasa isyarat. Pengunjung bisa langsung mempelajari dasar bahasa isyarat.

Para staf kedai juga akan dengan senang hati duduk bersama di meja dan mengajari langsung para pengunjung yang ingin belajar bahasa isyarat. Di Koptul, pengunjung dan staf kedai memang melebur jadi teman dengar dengan teman tuli. Keduanya direkatkan oleh kedekatan emosional.

Saling berinteraksi tanpa wi-fi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com