"Saya sampaikan kepada Tim Tata Kelola Air proses pengambilalihan ini berjalan sesuai dengan aturan hukum yang benar, tidak merugikan negara, dan tidak merugikan kepentingan umum. Dan secara hukum tidak ada yang dilanggar karena itu konsultasi kepada KPK," kata Anies.
Sejak tiga bulan lalu Anies menyatakan bakal mengambil alih pengelolaan air Jakarta, belum ada kepastian soal langkah yang akan diambil.
Saat itu, 11 Februari 2019, Anies dan Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum mengumumkan hasil kajian selama enam bulan terakhir.
Baca juga: Palyja Belum Sepakat Hentikan Swastanisasi Air, Ini Alasannya
Salah satu kajiannya yakni soal alasan DKI perlu menghentikan kerja sama dengan Aetra dan Palyja. Anies menyebut kedua perusahaan itu tak bekerja sesuai target.
"Dari 45 persen (cakupan layanan) pada 1997, sampai 2019 baru tercapai 60 persen. Artinya dalam waktu 22 tahun hanya tambah 15 persen. Sebenarnya, perjanjianmya dalam waktu 25 tahun bisa mencapai angka 80 persen. Jadi kita jauh dari target," ujar dia.
Tim tersebut juga mengkaji berbagai opsi yang bisa dilakukan DKI untuk menghentikan swastanisasi. Langkah yang dipilih yakni lewat mekanisme perdata atau renegosiasi antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra.
Renegosiasi bisa menghasilkan pembelian dua perusahaan swasta oleh DKI, perjanjian kerja sama untuk mengkahiri kontrak, atau pengambilalihan sebagian sebelum kontrak habis di 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.