JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya DKI mengentikan swastanisasi pengelolaan air bersih terbentur persoalan hukum. Masalah ini akhirnya turut menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta Anies Baswedan, untuk mengklarifikasi persoalan swastanisasi air minum di Jakarta.
"Kami perlu meminta penjelasan Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum (DKI Jakarta) karena KPK sedang mencermati sejumlah aspek dalam pengelolaan air minum di DKI ini dan terdapat risiko klausul perjanjian kerja sama yang tidak berpihak pada kepentingan Pemerintah Provinsi DKI dan masyarakat pada umumnya," kata Febri dalam keterangan pers, Jumat (10/5/2019).
Baca juga: Bertemu Tim Tata Kelola Air DKI, KPK Minta Penjelasan soal Swastanisasi Air Minum
Direktorat Pengaduan Masyarakat dan Direktorat Litbang KPK meminta penjelasan tim Pemprov DKI soal rencana menghadapi berakhirnya kontrak antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra di tahun 2023.
Menurut Febri, hal ini menjadi perhatian KPK lantaran pengelolaan air minum menyangkut kebutuhan dasar masyarakat luas. Sejak tahun 1998, air bersih di Jakarta dikelola oleh dua perusahaan swasta, yaitu Aetra untuk wilayah timur DKI Jakarta dan Palyja untuk wilayah barat DKI Jakarta.
Semenjak itu, konsesi dipegang oleh swasta dan PAM Jaya hanya berperan sebagai pengawas.
"Yang menjadi perhatian KPK adalah perkembangan perkara swastanisasi air Provinsi DKI Jakarta sejak pengadilan negeri hingga Mahkamah Agung. Sebagaimana berkembang dalam proses peradilan, terdapat risiko kerugian terkait perjanjian kerja sama antara PAM Jaya, Aetra, dan Palyja yaitu sekitar Rp 1,2 triliun," kata Febri.
Baca juga: Tanggapan PAM Jaya soal Molornya Kebijakan Penghentian Swastanisasi Air
"Meskipun MA telah memutus PK dalam perkara ini, namun sejumlah temuan substansial perlu tetap diperhatikan agar tidak merugikan kepentingan Pemprov DKI dan masyarakat secara luas," sambungnya.
KPK berharap proses pengelolaan air minum oleh Pemprov DKI Jakarta dilakukan secara akuntabel, berintegritas dan mengutamakan kepentingan masyarakat dalam mengambil kebijakan.
"Hal ini penting dilakukan agar meminimalisir risiko terjadinya korupsi di masa mendatang," ujar dia.
Konsultasi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan pertemuan itu menjadi kesempatan DKI untuk meminta saran KPK terkait langkah yang harus diambil untuk mewujudkan keinginannya menghentikan swastanisasi.
Anies membantah KPK yang memanggil pihaknya.
"Jadi ke KPK itu bukan dipanggil KPK, justru kita minta nasihat ke KPK," kata Anies, Sabtu (11/5/2019).
Baca juga: DKI Akan Temui KPK Bahas Penghentian Swastanisasi Air
Anies telah memerintahkan timnya untuk mencari jalan keluar yang tidak merugikan dan melanggar hukum.
"Saya sampaikan kepada Tim Tata Kelola Air proses pengambilalihan ini berjalan sesuai dengan aturan hukum yang benar, tidak merugikan negara, dan tidak merugikan kepentingan umum. Dan secara hukum tidak ada yang dilanggar karena itu konsultasi kepada KPK," kata Anies.
Sejak tiga bulan lalu Anies menyatakan bakal mengambil alih pengelolaan air Jakarta, belum ada kepastian soal langkah yang akan diambil.
Saat itu, 11 Februari 2019, Anies dan Tim Evaluasi Tata Kelola Air Minum mengumumkan hasil kajian selama enam bulan terakhir.
Baca juga: Palyja Belum Sepakat Hentikan Swastanisasi Air, Ini Alasannya
Salah satu kajiannya yakni soal alasan DKI perlu menghentikan kerja sama dengan Aetra dan Palyja. Anies menyebut kedua perusahaan itu tak bekerja sesuai target.
"Dari 45 persen (cakupan layanan) pada 1997, sampai 2019 baru tercapai 60 persen. Artinya dalam waktu 22 tahun hanya tambah 15 persen. Sebenarnya, perjanjianmya dalam waktu 25 tahun bisa mencapai angka 80 persen. Jadi kita jauh dari target," ujar dia.
Tim tersebut juga mengkaji berbagai opsi yang bisa dilakukan DKI untuk menghentikan swastanisasi. Langkah yang dipilih yakni lewat mekanisme perdata atau renegosiasi antara PAM Jaya dengan Palyja dan Aetra.
Renegosiasi bisa menghasilkan pembelian dua perusahaan swasta oleh DKI, perjanjian kerja sama untuk mengkahiri kontrak, atau pengambilalihan sebagian sebelum kontrak habis di 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.