Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR: Pasal Makar Tak Bisa untuk Jerat Orang yang Ancam Bunuh Presiden Saat Demonstrasi

Kompas.com - 14/05/2019, 22:14 WIB
Jimmy Ramadhan Azhari,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai, Pasal 104 KUHP tentang makar tidak bisa digunakan untuk menjerat orang yang mengancam akan membunuh presiden saat suasana demonstrasi.

Pernyataan itu merujuk pada penetapan HS, peserta demonstrasi di depan gedung Bawaslu di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, yang dijadikan tersangka kasus makar oleh kepolisian karena mengancam akan memenggal kepala Presiden Joko Widodo.

Direktur Program ICJR Erasmus Napitupulu mengatakan, penting untuk membaca rumusan Pasal 104 KUHP yang dikenakan pada HS.

Baca juga: Eggi Sudjana Terancam Penjara Seumur Hidup pada Kasus Makar

Pasal tersebut berbunyi, Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”

"Dalam pasal ini terdapat dua unsur yaitu : (i) Makar (ii) dengan maksud membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan presiden atau wakil presiden memerintah," ujar Erasmus dalam keterangannya Selasa (14/5/2019).

Atas dua unsur tersebut, kata dia, perlu memahami apa yang dimaksud dengan makar.

Ia menjelaskan, delik makar merupakan bagian dari kejahatan terhadap keamanaan negara. Jadi, makar tidak dapat berdiri sendiri. Makar adalah sebuah unsur yang harus diletakkan pada tujuan tertentu dan hal itu sudah ditentukan dengan jelas dalam KUHP.

"Misalnya dalam kasus ini, maka makar diletakkan bersamaan dengan tujuan untuk membunuh presiden dan seterusnya," kata dia.

Baca juga: Pria yang Ancam Penggal Jokowi Ditahan hingga 20 Hari ke Depan

Di KUHP, kata Erasmus, pengaturan tentang makar dimuat dalam Pasal 87 KUHP. Di sana disebutkan “Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 53”.

Karena itu, ujar Erasmus, dalam Pasal 104 KUHP, suatu perbutan dapat dipidana apabila ada permulaan pelaksana dengan maksud untuk membunuh presiden dan seterusnya.

Dalam pembuktian nanti, perbuatan itu harus dapat diukur sebagai tindakan permulaan pelaksaan dengan maksud membunuh presiden.

Terkait kasus HS, ia menjelaskan bahwa perlu penelusuran terhadap suasana kebatinan dari orang yang mengancam presiden tersebut, apakah tindakan itu dia lakukan tidak serta merta karena ada dalam kerumunan masa yang sedang berseberangan dengan Presiden Joko Widodo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Mau Maju Jadi Cawalkot Bogor, Wakil Ketua DPRD Singgung Program Usulannya Tak Pernah Terealisasi

Megapolitan
Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Seorang Anggota TNI Meninggal Tersambar Petir di Cilangkap, Telinga Korban Pendarahan

Megapolitan
Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Harga Bawang Merah di Pasar Senen Blok III Naik Dua Kali Lipat sejak Lebaran

Megapolitan
Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Dua Anggota TNI yang Tersambar Petir di Cilangkap Sedang Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Imam Budi Hartono dan Partai Golkar Jalin Komunikasi Intens untuk Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Baru 2 Bulan Indekos di Bekasi

Megapolitan
Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Dua Anggota TNI Tersambar Petir di Cilangkap, Satu Orang Meninggal Dunia

Megapolitan
Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Pasien DBD Meningkat, PMI Jakbar Minta Masyarakat Gencar Jadi Donor Darah

Megapolitan
Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Sembilan Tahun Tempati Rusunawa Muara Baru, Warga Berharap Bisa Jadi Hak Milik

Megapolitan
Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Fraksi PSI: Pembatasan Kendaraan di UU DKJ Tak Cukup untuk Atasi Kemacetan

Megapolitan
Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Polisi Pesta Narkoba di Depok, Pengamat: Harus Dipecat Tidak Hormat

Megapolitan
Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Belajar dari Kasus Tiktoker Galihloss: Buatlah Konten Berdasarkan Aturan dan Etika

Megapolitan
Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Cari Calon Wakil Wali Kota, Imam Budi Hartono Sebut Sudah Kantongi 6 Nama

Megapolitan
Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Sepakat Koalisi di Pilkada Bogor, Gerindra-PKB Siap Kawal Program Prabowo-Gibran

Megapolitan
Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Foto Presiden-Wapres Prabowo-Gibran Mulai Dijual, Harganya Rp 250.000

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com